Senin, 16 Februari 2015

Report of Citizen Husbandry Observation





I.                   PREFACE
A.    Background
The cow is one of livestock be consumed by Indonesian people. Besides that, in Indonesia there is a lot of husbandry that produce some product of cow husbandry. So, as a cow consumer, we have to learn and know everything as much as we can about cow and its husbandry, start from its physiology to its shed.
Because that, in Merden village, we are Taruna Panatagama’s students did an observation of citizen husbandry, so that we learn everything about livestock, as specially cowshed. Although there is not a lot of cow husbandry, we can got some  knowledge from it –insyaAllah-.

B.     Aim
a)      To observe citizen husbandry condition and cowshed properness.
b)      To classify the cow according to iys sex and its kind (exp. generation).
c)      To learn everything about live stock (cow).

C.     Time and Place
a)      Wednesday, 04 February 2015 (09.00am-11.00am).
b)      Merden, Purwanegara, Banjarnegara, Center of Java, Indonesia.

II.                OBSERVATION RESULT
A.    The Cow
In Merden, we visited one citizen husbandry. In there, we found two cows and they are a (mom) cow and a calf. Both of them live in one cowshed. Both of them is Simmental cows. The (mom) cow’s color is brown (90%) and white (10%), beside the calf’s color is brown (95%) and white (5%) on its leg. They don’t have a bump, but they have wattle. And because that, they are Boss Taurus generation, not Indices Taurus generation. A (mom) cow is female, beside a calf is male.

B.     The Cowshed
a)      Quality Result
ð  Cow Shed Measuring
·         Width of cowshed                        = 425 cm.
·         Length of cowshed           = 288 cm.
·         High of cowshed              = 234 cm (front).
·         High of cowshed              = 211 cm (backside).

ð  Food Place Measuring
·         Width of Food Place        = 61 cm.
·         Length of Food Place       = 413 cm.
·         High of Food Place           = 30 cm.

b)      Quantity Result (condition of cowshed)
·         Its wall made of wood or bamboo.
·         Its floor made of cement.
·         Its roof made of asbestos.
·         Its framework made of bamboo or wood.
·         It’s main of framework made of cement.
·         Feces cow be scattered around the floor.
·         There is a dung reservoir, near cowshed (and the distance between both of them is 115 cm).
·         There is food place, but there is not water place.
v  So, the cow shed we visited is the loose traditional cowshed.

III.             ANALYS REPORT

A.    What is different between boss Taurus sab boss Indices?
a)      Boss Indices
·         Have wattle and hump.
·         Can adapt goodly and quickly.
·         Its body is bigger than Boss Taurus.
·         Its energy quality higher than Boss Taurus
·         Unsusceptible to illness.

b)      Boss Taurus
·         Don’t have wattle neither hump.
·         Can’t adapt goodly neither quickly.
·         Its body is smaller than Boss Indices
·         Its meet quality is higher than Boss Taurus.
·         Susceptible to illness
B.     Is that cowshed (we visited) the ideal cowshed?
v  No, because…
·         There is no ditch surround the cowshed
·         There is no water place to cow drink it
·         Its floor don’t be coated by carpet
·         Its floor don’t have declivity
·         Its roof made of asbestos

C.     How is the ideal cowshed? (in my opinion)
·         Its floor made of cements and be coated by carpet and have declivity about 15ᴼ.
·         Its floor made of roof tile and has a declivity about 20ᴼ-40ᴼ.
·         Its wall made of cement.
·         In the cowshed there is food place and water place (separable).
·         Cowshed is cleaned minimal twice in one day.
·         There is a ditch surround the cowshed.
·         The cowshed is not near dung reservoir.
·         Cow can live in there comfort.


IV.             CONCLUSION
That cowshed is loose traditional cowshed. But it enough comfort for a cow and a calf. Even though like that, that cowshed is not the ideal cowshed in (my opinion).

Created by: Salma A. Dzakiyyunnisa


 

Kamis, 12 Februari 2015

Mengunjungi Tempat Pembuatan Tahu





Selama hampir 2 minggu di Merden, Banjarnegara, saya dan teman-teman juga mengunjungi tempat pembuatan tahu tradisioanal skala kecil. Untuk mengetahui lebih jelasnya, mari kita simak tahap-tahap pembuatan tahu berikut ini.

Pertama, kedelai yang sebelumnya telah dipersiapkan digiling oleh mesin pengggiling terebih dahulu. Kedelai pun akan hancur dan berubah menjadi cairan yang sedikit menggumpal. Warnanya putih (sedikit mendekati krem).

Setelah digiling, kedelai yang ada kemudian dimasak di atas perapian dengan suhu tinggi. Pada tempat pembuatan tahu yang kami kunjungi, perapian yang ada masih menggunakan kayu bakar. Namun usut punya usut, perapian dengan tungku api memiliki kualitas yang lebih tinggi daripada perapian yang menggunakan gas sebagai bahan bakar. Sekitar 20-30 menit kemudian, rebusan bahan kedelai sudah akan mendidih (tergantung suhu dari perapian). Itu tandanya, bahan kedelai siap untuk diangkat dari perapian.



Tahap selanjutnya ialah tahap penyaringan. Bahan kedelai yang sudah dimasak kemudian dituangkan ke dalam tong besar berbentuk tabung. Namun ketika dituangkan, bahan kedelai harus melewati kain tipis terlebih dahulu, sebagai tahap penyaringan. Pada tahap ini, bahan kedelai (yang sudah direbus) yang akan dijadikan bahan tahu dipisahkan dari ampas kedelai. Tahap penyaringan kali ini tidak seperti penyaringan pada biasanya. Diperlukan sebuah gerakan khusus yakni kolaborasi antara menggerakan kain penyaring dan irama air pembilas. Hal ini dilakukan  agar bahan baku tahu benar-benar terpisah dari ampas kedelai.


Setelah tahap ini, maka akan didapati ampas kedelai terpisah dengan bahan baku tahu. Ampas kedelai tersebut bisa dijadikan bahan baku tahu gembus, pakan ternak, dan lain sebagainya.
Setelah tahap penyaringan, maka bahan baku tahu harus meewati tahap berikutnya. Bahan baku tahu yang masih tercempur dengan air pembilas (di tahap penyaringan) harus dipisahkan. Bagaimana caranya?

Sebelum dipisahkan, perlu diketaui bahwa bahan baku tahu sudah mengendap terlebih dahulu, namun tidak terpisah secara sempurna. Maka untuk memisahkan bahan baku tahu dengan air pembilas, hanya dibutukhan sebuah selang sepanjang tinggi tong (tempat tahu setelah disaring). Satu sisi mulut selang ditaruh di permukaan tong, tempat adanya air pembilas menggenang. Mulut selang tersebut ditaruh di atas sampan kecil yang terbuat dari anyaman bamboo. Hal ini dilakukan agar bahan baku tahu tidak ikut tersedot. Kemudian satu sisi mulut selang lainnya ditaruh di luat tong. Pada sisi mulut itulah, dilakukan penyedotan. Caranya cukup mudah, yakni hanya dengan menyedot sisi mulut elang tersebut dengan mulut (sebagai permulaan/pemicu), kemudian air akan keluar secara sendirinya secara terus-menerus.

Oleh karenanya, dikarenakan metode yang dilakukan cukup sederhana, maka harus ada upaya pengawasan , agar ketika air pembilas sudah habis, bahan baku tahu juga tidak ikut tersedot. Dan sebagai catatan, apabila air pembilas di dalam tong sudah sedikit, selang penyedot sudah diambil terlebih dahulu tanpa menunggu air pembilas benar-benar habis. Bila keadaanya sudah seperti itu, maka air pembilas diambil secara manual oleh tangan, menggunakan gayung berbentuk bulat pipih, yang terbuat dari batok kelapa.

Setalah itu, bahan tahu dimasukan ke dalam cetakan berbentuk persegi panjang pipih. Dindingnya terbuat dari kayu reng. Kemudian setelah bahan tahu dimasukan ke dalam cetakan, permukaannya ditutup oleh 2 lapis kain, juga kayu yang diatasnya terdapat batu besar. Hal ini dilakukan guna tahu benar-benar tercetak dengan sempurnya, dan air yang ada benar-benar terpisah.


Setelah tahu benar-benar dingin, tahu bisa dipotong dengan bentuk persegi (balok). Setelah dipotong, tahu masuk ke dalam tahap penggorengan. Namun sebelum digoreng, tahu dimasukan dahulu ke dalam air, agar antara satu tahu dan lainnya terpisah dengan sempurna.setelah itu tahu bisa digoreng.


Dan menurut tempat pembuatan tahu yang kami kunjungi, tahu tersebut digoreng dua kali secara berturut-turut. Tahu tersebut digoreng di atas tungku api dengan suhu panas tinggi. Pada penggorengan pertama, tahu dikatakan cukup apabila sudah mulai berubah warna. Dan pada penggorengan kedua, tahu dikatakan cukup apabila kulit tahu mulai mengembang dank keras.



Setelah selesai digoreng, tahu segera ditiriskan. Tahu asal Merden, Banjarnegara pun siap dinikmati. Dan terbukti, rasa tahu tersebut tidak terlalu jauh berbeda dengan cita rasa tahu semedang yang terkenal. Silahkan dicoba ^_^ [sns]

Mengunjungi Tempat Pembuatan Gula Merah





Gula merah, atau juga mungkin dikenal dengan sebutan gula jawa. Gula jenis satu ini memiliki rasa yang khas, yang tidak bisa ditandingi oleh rasa dari macam gula lainnya. Selain rasanya yang khas, gula merah atau gula jawa juga memiliki tekstur, warna dan aroma yang juga khas.

Maka, pada awal bulan Februari lalu, saya dan beberapa teman saya dengan suka cita mengunjungi tempat pembuatan gula jawa atau gula merah tradisional di Desa Merdan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Dan di sini, saya –dengan senang hati- berbagi kepada anda semua mengenai tata cara pembuatan gula merah sebagaimana yang kami dapati di Desa Merden.

Sebelum memasuki tahap pembuatan gula merah, maka bahan-bahan utama pembuatan gula jawa harus dipastikan siap terlebih dahulu. Yang pertama, air nira kelapa. Air nira tersebut akan diperoleh dari bunga pohon kelapa. Oleh karenanya, sebelumnya siapkan tempat berbentuk tabung yang terbuat dari bambu sebagai wadah air nira kelapa. Panjangnya kira-kira 50cm. Maka untuk mendapatkan air nira, potong bunga pohon kelapa, dan pasang tabung air nira sebagai wadah bagi keluarnya air nira. Kemudian tunggu hingga satu hari satu malam.

Agar air nira tetap keluar, potong kembali bunga kelapa tersebut di sore hari. Selain itu, agar air nira tetap terjaga kualitasnya dan tidak membusuk, sebelum proses pengambilan air nira, tabung air nira sebelumnya harus diberi cairan bumbu. Secara tradisional, cairan bumbu tersebut terbuat dari campuran cairan kapur dan kulit pohon nangka, yang kemudian akan berwarna kunig kecoklat-coklatan. Bumbu tersebut berperan layaknya pengawet alami. Dan alkisah, bumbu tradisional terbukti lebih ampuh dan lebih baik daripada bumbu yang tebuat dari bahan kimia buatan.

Setelah didiamkan selama satu hari satu malam, biasanya air nira tersebut akan memenuhi tabung air nira. Air nira yang telah diambil pun siap diolah. Bagimana cara pengolahannya?

Pertama, siapkan sebuah wajan dengan ukuran besar. Kemudian siapkan perapian dengan suhu derajat tinggi. Tuangkan air nira pada wajan tersebut. Setelah itu, air nira pun dimasak di atas api dengan suhu derajat tinggi selama 5-6 jam. Oleh karenanya, pada tahap ini, api harus dipastikan selalu hidup dan tidak kekurangan bahan bakar (kayu bakar). Selain itu, air nira juga sesekali harus diaduk pelan.Air nira yang pada awalnya encer dan berwarna putih (sedikit kusam) akan berubah menjadi cairan coklat  yang kental. Air nira cair sebanyak 2 wajan penuh hanya akan menghasilkan ¾ adonan gula merah kental.

Setelah 5-6 jam dimasak, air nira pun siap untuk diaduk (bukan diatas perapian lho..). Tahap ini dilakukan agar adonan gula yang ada tercampur menjadi satu (tidak menggumpal). Dan perlu diketahui, mengaduk adonan gula yang sudah matang itu cukup berat, dan apabila terdapat anggota tubuh yang terkena adonan gula tersebut (yang notabenenya baru diangkat dari perapian), maka efeknya cukup menyakitkan, bahkan bisa sampai melepuh.
Setelah diaduk rata, adonan gula bisa langsung dicetak. Pada tempat pembuatan gula kali ini, cetakan terbuat dari potongan bambu dengan diameter sekitar 5cm, dan panjang sekitar 8cm. Biasanya, satu wajan adonan gula (yang tidak penuh) mampu mengisi 45-50 cetakan gula merah. Dan uniknya, tanpa harus menunggu lebih dari 10 menit, gula jawa yang dicetak sudah bisa mengering dan dikeluarkan dari cetakan. Cara mengeluarkannya pun cukup mudah. Gula merah hanya perlu didorong keluar dari cetakan, dan gula merah akan keluar dengan mudahnya.
Eits, tapi belum selesai sampai di situ. Untuk memastikan gula merah tersebut menjadi keras dan kuat, gula merah yang selesai dicetak harus didinginkan terlebih dahulu. Tidak perlu menggunakan mesin pendingin (semacam kulkas dan AC) ataupun kipas, namun cukup didiamkan selama beberapa menit hingga suhu gula tersebut menjadi normal.
Gula merah tanpa bahan kimia buatan pun selesai dibuat. InsyaAllah lezat dan sehat, dan pastinya halal 100%. Siapa yang berminat membuka usaha pembuatan gula jawa? 
[sns]




 

Catatan si Pengelana Template by Ipietoon Cute Blog Design