Selasa, 03 Mei 2016

Karena Takdir (?)



Merasa sulit move on? Atau, merasa...
Aku adalah orang paling menderita di dunia....!
Semua orang membenciku....!
Tidak ada lagi yang peduli denganku....!
Mengapa aku berbeda dengan yang lain...?!
Mengapa masalah bertubi-tubi mendatangiku....?!
Kapan kebahagiaan menghampiriku...?!
Kemudian diakhiri dengan pertanyaan, “apakah semua ini takdir...?
Pernyataan dan pertanyaan ini kadang kali hinggap di benak kita. Muncul begitu saja, yang mana di kemudian hari menghancurkan impian tentang masa depan kita. Juga turut membantai bibit-bibit harapan yang hendak mekar. Bahkan sekaligus juga mencerabut dengan paksa segala memori tentang prestasi yang telah gapai. Sedikit demi sedikit. Tanpa kita sadari. Terlebih di kala kegagalan sedang ‘mampir’ di kehidupan kita. Setuju?
And bagi kamu-kamu yang tidak merasa demikian, berbahagialah. Setidaknya kamu telah selamat dari wabah remaja yang satu ini.
Oke, di sini saya tidak ingin berpanjang lebar. Tidak. Sama sekali tidak. Saya hanya ingin menjawab pertanyaan terakhir, dari beberapa pertanyaan yang saya cantumkan sebelumnya. Menurut apa yang saya fahami.
Apakah semua ini takdir...?
Berbicara tentang takdir, islam juga memiliki pandangan yang khas lho, sobat. Kita sering kali menyebutnya dengan ‘Qodho dan Qodar’. Sobat tahu kan istilah ini? Pastilah, apalagi bagi kamu-kamu yang muslim. Apalagi istilah ini termasuk di dalam rukun iman yang enam, yang bahkan sudah kita pelajari semenjak Tk dan SD. Betul? Betul? Betul?
Oh ya, tapi pada tulisan kali ini, saya hanya akan sedikit menjelaskan beberapa hal terkait Qodho. Untuk Qodar, kita bahas kapan-kapan di tulisan lainnya ya..
Baiklah, langsung saja. Qodho menurut istilah merupakan ketetapan yang apabila telah diputuskan oleh-Nya, maka tidak ada lagi yang mampu menolaknya. Untuk lebih mudah memahaminya, begini saja sobat. Coba sobat perhatikan baik-baik pernyataan yang satu ini.
Dalam kehidupan, terdapat dua lingkup ruang kendali. Ruang pertama ialah ruang di mana kita diizinkan untuk memilih. Seperti halnya, apakah kita mau makan atau tidak; apakah kita mau belajar atau tidak; mau ke manakah kita melangkah; perkataan apakah yang akan kita ucapkan; dan lain semacamnya. Tidak ada unsur paksaan di dalamnya. Semua murni diserahka kepada kita, sebagai seorang manusia.
Kemudian ruang lingkup kedua ialah ruang di mana kita tidak mampu memilih. Mengapa? Karena Dia Yang Maha Kuasa telah menetapkannya. Seperti halnya, siapakah orang tua kita; apakah kita perempuan ataukah laki-laki; bagaimanakah bentuk wajah dan tubuh kita; dan lain sebagainya. Contoh lainnya, ketika tiba-tiba gempa melanda; pesawat yang kita tumpangi mengalami delay; salah satu sanak keluarga kita ada yang meninggal; orang tua kita bercerai; dan lain sebagainya.
Bukankah kita tidak bisa memilih bentuk tubuh dan wajah kita?
Bukankah kita tidak bisa memilih menjadi seperti burung, ikan, maupun rupa makhluk lainnya?
Bukankah kita tidak bisa memilih siapa yang akan menjadi orang tua dan saudara kita kelak?
Bukankah kita tidak bisa menolak terjadinya musibah seperti gempa, gunung meletus, tsunami, dan lain semacamnya?
Bukankah kita tidak bisa mengembalikan ruh sanak keluarga kita yang benar-benar telah meninggal?
Bukankah kita tidak bisa mnolak perceraian orang tua kita bila itu memang sudah terjadi?
Bukankah kita tiada daya menolak bila telah dinyatakan gagal menjalani ujian akhir, maupun test seleksei masuk perguruan tinggi ataupun sekolah lainnya?
Bukankah begitu?
Yups, betul sekali. Karena semua itu sudah berada di ruang lingkup ‘Qodho’. Kita sama sekali tidak bisa mengingkarinya. Kita tidak bisa menolak, lagipula bagaimana caranya? Kita saja tidak tahu hal-hal tersebut akan terjadi.
Ya, itulah Qodho.
Namun yang akan saya tekankan di sini, kadangkala manusia salah memposisikan diri, apakah itu termasuk Qodho ataukah bukan? Apakah itu ruang lingkup yang kita kuasai, atau malah ruang lingkup yang menguasai kita?
Masih banyak sekali yang menganggap dirinya adalah orang paling menderita di dunia. Atau menganggap semua orang membencinya. Atau menganggap tidak ada lagi yang peduli dengannya. Atau menganggap dirinya selalu berbeda dengan yang lain. Atau menganggap masalah selalu bertubi-tubi mendatanginya. Dan yang paling parah, banyak orang yang menganggap semua itu adalah Qodho.
Nah, ini dia yang kurang tepat.
Sobat bisa membayangkan, Qodho merupakan sebuah lingkaran yang berada di dalam lingkuaran ruang lingkup di mana manusia bisa memilih. Sobat bisa melihat lingkaran yang ada di bawah ini. Lingkaran berwarna biru muda ialah lingkaran di mana terdapat ketetapan Yang Maha Kuasa (Qodho). Lingkaran berwarna biru tua ialah lingkaran di mana manusia diberi kebebasan untuk memilih.



 Nah, letak kesalahannya ialah di kala ruas lingkaran Qodho (biru muda) diperluas dari segi presepsi. Sesuatu yang seharusnya berada di lingkaran biru tua dianggap termasuk ke dalam lingkaran biru muda.


Masih banyak sekali yang menganggap bahwa takdir memutuskan dirinya menjadi orang paling menderita di dunia. Namun nyatanya, coba dia renungkan kembali pernyataan itu. Apakah benar ia adalah yang paling menderita? Apakah ia sudah melakukan usaha untuk menjadi lebih baik? Toh, itu berada dalam kuasa manusia. Atau, coba dia lihat anak-anak yang bertelanjang kaki di jalanan. Atau mereka yang seluruh hidupnya dihantui ketakutan dan kepalaran akibat perang yang melanda. Dan masih banyak hal-hal lain yang dapat dipertimbangkan. So, masih berani mengatakan dirinya adalah yang paling menderita?
Masih banyak yang menganggap bahwa takdir membuatnya dibenci semua orang. Namun coba reungkan kembali. Coba lakukan introspeksi. Jangan-jangan ada di antara perilaku ataupun tutur katanya yang membuat orang-orang menjauh darinya. Toh, itu berada dalam kausa manusia.
Masih banyak yang menganggap bahwa takdir membawanya menjadi selalu berbeda dengan yang lain. Coba renungkan. Apakah berbeda itu salah? Bila memang sebuah kesalahan, apakah ia sama sekali tidak bisa melakukan upaya untuk berubah? Toh, semua itu berada dalam kuasa manusia. Lagipula, masih banyak orang yang ‘berbeda’, namun tetap sukses dalam hidupnya.
Atau, masih banyak yang menganggap bahwa takdir mengundang masalah bertubi-tubi mendatanginya.  Coba renungkan. Apakah hanya dirinya yang ditimpa masalah? Tentu tidak. Semua orang pasti memiliki masalah. Jika ada orang yang merasa tidak punya masalah pun, itulah masalahnya. Lagipula, seperti yang ada di dalam Al-Qur’an, Allah tidak akan membebani seseorang di luar batas kemampuannya. So, kamu pasti mampu mengatasi masalah yang mendatangimu. Dan sekali lagi, memecahkan masalah itu berada di dalam kuasa manusia.
Dan masih banyak lagi anggapan lainnya.
So, bila kamu merasa sulit untuk move on, bisa jadi karena kamu salah presepsi. Bisa jadi karena kamu menganggap hal itu adalah takdir (Qodho) -sehingga terus senantiasa menunggu sebuah keajaiban datang, padahal nyatanya itu termasuk ke dalam ruang lingkup yang bisa kita kuasai.
Itu hanya analisa saya.
Bila ada yang kurang setuju, bagi saya tidak masalah. Apalagi yang sangat setuju, bagi saya sangat tidak masalahJ.
Saya juga menerima masukan dan kritikan, bagi saya itu sesuatu yang berharga untuk perbaikan ke depannya.

Terima kasih sudah membaca.
Semoga bermanfaat ^_^


0 comment:

Posting Komentar

Dengan senang hati kami menerima komentar dari para pembaca yang terhormat.
Komentar yang diberikan merupakan sebaik-baiknya masukan untuk blog ini kedepannya.

 

Catatan si Pengelana Template by Ipietoon Cute Blog Design