Minggu, 05 Juni 2016

Laporan SDA di Pacitan



PENGELOLAAN SUMBER DAYA MARITIM
Di Pantai Tawang, Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan


Disusun Oleh :
Salma Azizah Dzakiyyunnisa
Kelas XI

Guru Pembimbing:
Ustadz Agus Salim Musthofa, SE.
Ustadz Yoyok Tindyo Prasetyo, ST.

Pondok Pesantren Taruna Panatagama
Jl. Maguwo No.442a, Wonocatur, Banguntapan, Bantul, DIY

Semester Ganjil
2015-2016

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

            Potensi sumber daya maritim hanyalah salah satu di antara beberapa potensi yang ada di Kabupaten Pacitan. Selain terkenal dengan kota seribu goa, Pacitan juga terkenal sebagai kota yang dihiasi banyak pantai yang eksotis. Setiap pantai yang ada di Pacitan memiliki ciri khasnya tersendiri. Ada yang memiliki deburan ombak yang besar sehingga pas bagi para peselancar. Ada juga yang memiliki pasir putih nan halus. Ada juga yang memiliki air yang tenang bak sebuah telaga, yakni Pantai Tawang.
            Secara administratif, Pantai Tawanghanyalah salah satu di antara banyaknya pantai yang ada di Desa Sidumulyo, Kecataman Ngadirojo, atau biasa juga disebut sebagai Lorok[1]. Sedangkan Kecamatan Ngadirojo sendiri merupakan salah satu dari 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Pacitan, Jawa Tengah.[2] Adapun secara penampakan geografisnya, Pantai Tawang lebih sesuai disebut sebagai teluk karena deretan karang yang nyaris melingkar sehingga memecah ombak yang datang menghantam. Airnya sangat tenang, bahkan nyaris tidak ada ombak.
Pantai tersebut juga dipenuhi oleh ratusan kapal para nelayan, yang mana hampir setiap harinya pergi melaut. Potensi perairan Pacitan pun sungguh menjanjikan. Terdapat potensi lobter jenis mutiara, batu dan pasir sebanyak 5.625 Kg/tahun. Terdapat potensi rumput laut sebanyak 72.550 kg/tahun,ikan Bawal sebanyak 6.281 Kg/tahun, ikan Layur sebanyak 65.647 Kg/tahun, ikan Kerapu.sebanyak 5.631 Kg/tahun dan masih banyak lagi.[3]
            Oleh karenanya, Pantai Tawang merupakan salah satu lokasi tempat pemanfaatan potensi sumber daya maritim yang begitu berlimpah. Lantas, bagaimana sejauh manakah pengelolaan potensi sumber daya maritim di Pantai Tawang? Bagaimana kondisi perekonomian para nelayan di pantai tersebut? Apa sajakah kendala yang terjadi di pantai tersebut?
            Maka, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dilakukanlah investigasi secara lanjut mengenai potensi dan pengelolaan sumber daya maritim di sekitar Pantai Tawang.

B.     TUJUAN

1.      Mengetahui potensi sumber daya maritim yang ada di daerah Pantai Tawang.
2.      Mengetahui sejauh mana pengelolaan sumber daya maritim yang telah dilakukan oleh masyarakat setempat.
3.      Mengetahui kondisi perekonomian masyarakat bertolak dari pengelolaan sumber daya maritim.
4.      Mengetahui poblematika yang terjadi di tengah-tengah pengelolaan sumber daya maritim.
5.      Merumuskan akar masalah dan solusi jangka panjang dan pendek dari problematika yang terjadi.

C.    RUMUSAN MASALAH

1.      Apa saja potensi sumber daya maritim yang ada di daerah Pantai Tawang?
2.      Sejauh manakah upaya masyarakat setempat dalam mengelola sumber daya maritim?
3.      Bagaimana kondisi masyarakat setempat bertolak dari penglolaan sumber daya maritim?
4.      Apakah terjadi sebuah problematika di antara masyarakat setempat sepanjang mengelola sumber daya maritim?
5.      Apa akar dari problematika tersebut?
6.      Apa solusi yang tepat untuk menyeesaikan problematika tersebut?

D.    METODE PENELITIAN

1.      Studilitelatur; sebagai sumber rujukan awal.
2.      Observasilapangan; sebagai sumber pelengkap.
3.      Wawancara kepada pelaku dalam siklus pengelolaan sumber daya maritim; sebagai sumber utama.

E.     MANFAAT

1.      Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menjadi sarana bagi peneliti untuk berlatih memahami potensi dan pengelolaan potensi di suatu wilayah. Selain itu juga disertai dengan melacak problematika yang terjadi di antaranya, merumuskan akar permasalahan, solusi dan rencana aksi.

2.      Bagi Akademis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah rujukan bagi penelitian terkait yang akan dilakukan ke depannya, baik itu dari segi tema, pengumpulan data, perumusan, penyimpulan, maupun dari segi kosep solusi dan perencanaan aksi.

3.      Bagi Masyarakat Pantai Tawang

Hasilpenelitianinidapatdijadikancerminbagimasyarakatsekitar Pantai Tawang,terkait problematika yang sedangmenimpamereka.Diharapakan pula, konsepsolusidanrencanaaksiinidapatmembantumasyarakatBansaridalammenyelesaikanproblematika yang menimpamereka.

4.      Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi masukan bagi pemerintah yang selama ini berkuasa dan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mana kebijakan-kebijakan tersebut tidak kunjung membuat masyarakat sejahtera.






BAB II

ISI MAKALAH

A.   KEADAAN GEOGRAFIS

Pantai Tawang berada di Desa Sidumulyo, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Walaupun Pantai Tawang berada di barisan Pantai Selatan Jawa, Pantai Tawang memiliki ombak yang tenang bahkan nyaris tidak ada. Hal tersebut disebabkan oleh keberadaan dua buah karang besar menyerupai bukit. Bukit karang tersebut berada di sisi kanan dan sisi kiri pantai, bagaikan sebuah pagar yang nyaris membentuk setengah lingkaran. Dua buah bukit karang tersebut memecah datangnya ombak. Dua buah bukit karang tersbeut juga menghalau hembusan angin yang datang sehingga kecepatan angin di sekitar pantai pun rendah. Dan hal tersbut menjadi faktor dari tidak adanya ombak di sekitas pantai.
Pantai Tawang juga memiliki lebar pantai yang besar. Pasirnya halus dan berwana putih gading. Karena dataran pantai yang landai dan nyaris tidak ada ombak, air laut di sekitar pantai pun cenderung menggenang. Maka wajarlah jika di sekitar luasan pantai banyak ditumbuhi lumut. Dengan beberapa kondisi tersebut, Pantai Tawang dapat dikatakan sesuai untuk dijadikan tempat berlabuhnya perahu para nelayan.

B.     SUMBER DAYA MARITIM

Pantai Tawang dan laut sekitarnya memiliki sumber daya hayati yang beragam. Mulai dari lobster, kepiting, cumi-cumi, gurita, ikan tuna, ikan tongkol, ikan banyar, ikan layur, ikan teri, ikan bawal putih, ikan bawal merah, ikan tenggiri, ikan teracah, ikan saru, ikan cucut, ikan brencing, ikan krista dan lain sebagainya.
Bila sedang beruntung, dengan membentangkan jalanya, sebuah perahu nelayan akan mendapatkan bermacam-macam ikan dengan total massa 1,5 kwintal dalam satu kali melaut. Ikan layur dan ikan tuna berukuran besar -yang termasuk ke dalam level perdagangan internasional- pun mudah didapat hanya dengan melemparkan kail pancing berumpan daging layur yang telah dicacah. Lebih mudah lagi, dengan membentangkan jala di sekitar pantai –tanpa menaiki perahu-seseorang akan mendapatkan  ikan teracah, ikan saru dan ikan-ikan lainnya. Dengan menyusuri karang, seseorang akan mendapatkan lobster yang memiliki harga jual tinggi.
Bahkan menurut website resmi Kecamatan Ngadirojo, terdapat potensi lobter jenis mutiara, batu dan pasir sebanyak 5.625 Kg/tahun. Terdapat potensi rumput laut sebanyak 72.550 kg/tahun, ikan Bawal sebanyak 6.281 Kg/tahun, ikan Layur sebanyak 65.647 Kg/tahun, ikan Kerapu. sebanyak 5.631 Kg/tahun dan masih banyak lagi.
Dan itu hanya beberapa sumber daya yang telah diketahui. Bukankah mungkin saja bila di sekitar pantai dan laut sana masih banyak potensi yang belum diketahui dan dimafaatkan?

C.    PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN

Di sekitar pantai terdapat sekitar 250 buah perahu. Perahu-perahu tersebut berbaris rapih dengan formasi 10 buah perahu berjajar membelakangi laut. Setiap perahu dilengkapi berbagai peralatan melaut, seperti halnya sebuah mesin, beberapa set jaring, box-box tempat menyimpan ikan dan alat pemancing.

1.      Modal awal

Sejak tahun 2002, masyarakat setempat mulai meniggalkan perahu kayu dan berlih pada perahu fiber. Harga perahu tersebut berkisar antara Rp.6.000.000-Rp.13.000.000, tergantung usia, ukuran dan kualitasnya.Ada yang membelinya dari masyarakat setempat. Ada yang membelinya dari Kota Pacitan. Ada juga yang membelinya dari daerah lain, seperti Cilacap dan Ciamis. Adapaun harga jaring berkisar antara Rp.220.000-Rp.360.000 dengan panjang dan lebar sekitar 60 m-100 m. Jaring tersebut mereka rangkai sendiri dengan pemberat dan tali-tali pembatas, agar siap untuk digunakan saat melaut. Sedangkan harga mesin sendiri lebih besar dibandingkan harga perahu, yakni 26 juta per buahnya. Kebanyakan nelayan yang ada membelinya dari Cilacap dan Provinsi DIYogyakarta. Mesin tersebut membutuhkan bensin sebagai bahan bakarnya, yang mana setiap kali melaut akan menghabiskan sekitar 15-25 Liter bensin. Banyak atau tidaknya bensin yang dibuthkan tergantung dengan jauh atau tidaknya jarak tempuh perahu. Biasanya perahu berlayar hingga kejauhan 30-40 mil dari pantai.

2.      Pendapatan dan mekanisme pembagiannya

Biasanya seperangkat perahu mewakili 2 orang nelayan. Namun seperangkat perahu hanya dimiliki oleh salah seorang dari keduanya. Sang pemilik perahu pun yang menanggung seluruh modal secara finansial, seperti peralatan melaut dan bensin. Kemudian keuntungan dari hasil melaut akan dibagi sebanyak 3/4 bagi si pemilik perahu dan sisanya diberikan oleh salah seorang lainnya. Adapun keuntungan dari hasil melaut sendiri tidak bisa dipastikan. Bila sedang beruntung, sang nelayan akan mendapatkan Rp.2.000.000 dalam satu kali melaut. Bila tidak, sang nelayan akan mengalami kerugian akibat tidak adanya hasil tangkapan yang akan menggantikan biaya bensin. Fenomena ‘tidak ada ikan di laut’ tidak jarang terjadi. Bahkan fenomena ini seringkali terjadi dengan cepatnya. Seperti misalnya, ketika saat ini di laut terdapat banyak sekali ikan, bisa jadi dua jam ke depan kondisi berbalik 180º.Para nelayan pun tidak mengetahui apa penyebab dari fenomena tersebut.

3.      Peran kelompok nelayan dan pemerintah

Di Pantai Tawang pun terdapat 8 kelompok nelayan. Ada yang rutin melakukan pertemuan sebanyak 1 minggu sekali, ada juga yang sebatas melakukan pertemuan rutin sebanyak 1 bulan sekali. Pertemuan tersebut biasanya membahas apa saja yang menurut para nelayan menjadi masalah bersama. Kelompok nelayan juga membantu para nelayan untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Biasanya setiap kelompok mengajukan permohonan proposal kepada dinas yang berkaitan. Setelah sekitar 2 bulan diproses, bantuan pun akan turun. Bentuk bantuan yang turun tidak selamanya sesuai dengan yang nelayan minta dan harapkan, namun tergantung dengan kesanggupan dinas terkait. Biasanya bantuan tersebut turun sebanyak satu kali dalam satu tahunnya.
Selain memberikan bantuan selama dua tahun sekali, pemerintah setempat juga menarik retribusi kepada para nelayan dan tengkulak. Dinas yang sering kali meminta retibusi berada di bawah lemaga Koperasi Unit Daerah (KUD). Bagi para nelayan dimintai sebanyak 1% setiap kali melaut, sedangkan para tengkulak dimintai sebanya 2% setiap kali menjual kulaannya.

4.      Distribusi pemasaran

Pantai Tawang yang khas akan keberadaan nelayan pun dilengkapi dengan pasar pelelangan ikan. Di pasar itulah biasanya terjadi interaksi antara pabrik, pengecer, tengkulak dan nelayan. Nelayan akan menjual hasil tangkapannya kepada para tengkulak, kemudian para tengkulak akan menjualnya pada pengecer dan pabrik. Rantai pemasaran tersebut bersifat baku dan permanen. Terdapat 8 orang tengkulak di Pantai Tawang. Para tengkulak itulah yang nantinya akan membeli seluruh hasil tangkapan nelayan. Setiap tengkulak sudah memiliki target nelayannya masing-masing dan hal tersebut pun bersifat baku. Sepeti contohnya seorang tengkulak bernama Talkim yang membawahi 28 orang nelayan. Bahkan saking permanennya ketentuan tersebut, seorang nelayan tidak boleh menjual ikan pada seorang pengecer walaupun pengecer tersebut adalah istri sang nelayan.
Hal tersebut terjadi karena para tengkulak telah mengikat para nelayan dengan uang pinjaman yang tengkulak berikan. Uang pinjaman tersebut biasanya digunakan untuk modal awal seperti peralatan dan perlengkapan melaut (contoh : perahu) ataupun juga modal selanjutnya seperti bensin. Sedangkan para tengkulak mendapatkan uang tersebut dari hasil pinjaman ke bank. Dengan ini, rantai pemasaran pun bersifat baku dan permanen.
Sebagai pemegang kendali, sang tengkulak pun berperan sebagai aktor yang menentukan harga jual ikan dan hasil tangkapan lainnya. Sedangkan para nelayan hanya bisa patuh terhadap harga yang sudah tengkulak berikan. Harga beli yang tengkulak tetapkan pada nelayan nantinya akan cukup berbeda jauh dengan harga jual yang tengkulak tetapkan pada pengecer dan pabrik. Seperti contoh, nelayan menjual ikan banyar dengan harga Rp.12.000/kg. Namun di pasaran harga ikan banyar akan mencapai Rp.20.000/kg. Jika sang tengkulak mengambil keuntungan sebanyak Rp.3.000/kg, ia akan mendapatkan keuntungan 3.000.000/ton ikan per hari. Cukup besar, bukan?
Oleh karenanya, dapat diketahui dari keterangan di atas, bahwa yang berkuasa dalam kancah realita pengelolaan sumber daya maritim adalah sang tengkulak. Sedangkan para nelayan yang hampir setiap harinya berjuang menerjang ombak mencari berkwintal-kwintal ikan menjadi subjek yang tertindas. Maka tidak heran pula bila mayoritas nelayan yang ada memilih menjadi nelayan karena keterpaksaan dan tidak memiliki pilihan yang lain. Walaupun nelayan menjadi profesi yang turun menurun, kebanyakan nelayan tidak mengharapkan anak keturunannya menjadi nelayan seperti dirinya. Mereka mengharapkan anak mereka menjadi sosok yang lebih baik dari orang tuanya dengan mengenyam pendidikan yang tinggi.

BAB III

PEMBAHASAN

Potensi Sumber Daya Hayati di sekitar pantai Tawang sudah dimanfaatkan dengan baik dengan keberadaan para nelayan yang hampir setiap harinya membentangkan jalanya di laut. Secara geografis, pantai Tawang pun sangat cocok dijadikan tempat berlabuhnya perahu para nelayan. Walaupun berada di garis pantai selatan yang mana langsung berbatasan dengan samudra Hindia, wujud pantai yang mana berupa teluk membuat para nelayan lebih mudah untuk melaut. Hal tersebutkarena ombak yang ada tidak sebesar ombak pantai selatan pada umumnya. Para nelayan pun cukup kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan potensi yang ada. Tidak hanya dengan jala, para nelayan pun kerap kali memanfaatkan potensi hayati yang ada menggunakan alat pancing dan telenta khusus yang dimilikinya, seperti halnya ketika berburu lobster di pinggir pantai.
Pengelolaan potensi hayati pun telah membentuk suatu ritme perekonomian yang istimewa di wilayah tersebut. Namun sayangnya, pada point inilah terdapat sebuah problematika yang akhirnya membuat para nelayan berada pada posisi yang tentindas, sedangkan para tengkulak berada pada posisi yang menindas. Mengapa bisa demikian?
Para tengkulak selaku pemenang memainkan perannya sebagai sosok pemilik modal, walaupun notabenenya mereka pun hanya meminjam modal tersebut dari bank. Kemudian modal yang mereka miliki dipinjamkan kepada para nelayan, yang mana timbal baliknya nelayan tersebut harus menjual hasil tangkapannya kepada sang tengkulak. Karena terikat dengan hutang, nelayan harus menjual hasil tangkapannya dengan harga yang telah ditentukan oleh para tengkulak. Tanpa bisa menawar. Dan nelayan pun tetap harus mengembalikan hutang tersebut beserta bunga yang para tengkulak minta. Kemudian para tengkulak akan menjual hasil tangkapan tersebut dengan harga yang cukup berbeda dengan harga yang ia berikan pada nelayan. Tengkulak pun berada di posisi menang, bermodal pinjaman dari bank dan link para pabrik yang bersedia membeli hasil tangkapan dalam jumlah besar.
Realita tersebut wajar saja terjadi dalam era kini, di mana sistem kapitalisme sangat berkuasa dan mendarah daging di setiap sudut kehidupan masyarakat. Sekalipun masyarakat Pantai Tawang yang notabenenya masih terbilang berada di zona pedesaan. Dan dari realita ini, kita dapat mengidera dengan jelas dampak dari busuknya kapitalisme.

BAB IV

PENUTUPAN

A.    SARAN DAN KESIMPULAN
Maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sumber daya alam di Pantai Tawang sudah lumayan baik, walaupun tidak mencapai sempurna. Namun terdapat problem yang cukup kompleks dalam hal pemasarannya, terlebih dalam peran tengkulak.
Dari point ini saya menyarankan andaikan saja tidak ada tengkulak dalam rantai pemasaran, niscaya kehidupan para nelayan akan lebih sejahtera. Bila memang para nelayan tidak mungkin menjual hasil tangkapannya sendiri pada pabrik maupun pengecer –karena keterbatasan waktu dan lain hal-, peran tengkulak bisa diambil alih oleh pemerintah setempat. Agar harga tetap stabil, penentuan harga jual hasil tangkapan bisa dilindungi oleh hukum dengan pertimbangan yang matang tanpa harus menindas pihak nelayan.
Tidak hanya berperan sebagai suplayer, pemerintah setempat juga seharusnya mengontrol kesejahteraan rakyatnya setiap hari. Mereka harus memastikan tidak ada rakyat yang tertindas di bawah kepemimpinannya. Dan pemerintahan seperti itu akan sulit diwujudkan di era sekarang. Dan akan sangat mudah diwujudkan ketika syariat islam ditenrapkan dalam bingkai negara islam.


Yogyakarta, 28 Oktober 2015


Penulis,
Salma Azizah Dzakiyyunnisa
Kelas XI



[1]https://id.wikipedia.org/wiki/Ngadirojo,_Pacitan, diakses pada tanggal 27 Oktober 2015, pukul 06.45
[2]https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pacitan, diakses pada tanggal 27 Oktober 2015, pukul 06.45

0 comment:

Posting Komentar

Dengan senang hati kami menerima komentar dari para pembaca yang terhormat.
Komentar yang diberikan merupakan sebaik-baiknya masukan untuk blog ini kedepannya.

 

Catatan si Pengelana Template by Ipietoon Cute Blog Design