I.
Penjajahan
Jepang
A.
Latar Belakang Penjajahan Jepang
Di awal
abad 21, KaisarTenno Meiji mampu membawa perubahan besar terhadap dunia
industri Jepang. Perubahan yang cukup signifikan membuat perkembangan industri
Jepang mampu mengimbangi perkembangan negara-negara imperialis Barat. Hal
tersebut memberikan dampak terhadap dunia pepolitikan Jepang. Politik luar
negeri Jepang yang sebelumnya tertutup menjadi imperialis. Saat itu Jepang
memiliki impian menyatukan Asia di bawah kendalinya.
Karenanya, sebagai negara industri dan militer, Jepang membutuhkan
pasokan bahan bakar yang cukup. Sementara dataran Jepang bukanlah dataran yang
menyediakan kebutuhan tersebut. Beranjak dari hal tersebut, Jepang mulai
melakukan penjajahan terhadap dataran yang memiliki pasokan bahan bakar
berlimpah, termasuk Nusantara. Itulah sebab mengapa Jepang memilih Nusantara
sebagai target jajahannya. Di sisi lain, dengan jumlah penduduk yang cukup
banyak, Nusantara menjadi sasaran empuk bagi pemasaran produk industri Jepang.
B.
Masuknya
Penjajah Jepang
Jepang mulai memasuki Nusantara pada 11 Januari 1942, setelah
sekitar satu bulan yang lalu berhasil membom Pearl Harbor, pangkalan Armada
laut Amerika terbesar di Pasifik. Satu hari setelah Militer Belanda menyatakan
perang terhadap Jepang, Belanda menyatakan menyerah. Otomatis, terlepaslah kota
Tarakan ke tangan penjajah Jepang, kemudian disusul oleh kota Balikpapan, yang
mana sama-sama memiliki minyak bumi yang melimpah. Bagaikan domino, satu bulan
setelahnya, kota-kota Nusantara lainnya satu per satu jatuh ke tangan penjajah
Jepang. Seperti Samarinda, Kotabangun, Banjarmasin, juga Palembang.
Pada 1 Meret, Jepang mampu sekaligus mendarat di tiga titik,
yakniTeluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat) dan Kragan (Jawa Tengah). Jepang
terus merengsek masuk ke pusat pemerintahan Hindia Belanda. Sementara Hindia
Belanda dalam tiga hari berturut-turut mencoba mengambil kembali beberapa kota
yang telah direbut, namun hasilnya nihil. Sebagai wujud ‘menyerah’, Batavia
dinyatakan sebagai kota terbuka, sehingga Jepang pun langsung merebutnya.
Itulah masa di mana Jepang secara resmi menjajah Indonesia.
C.
Bibit
NKRI yang Ditebar Jepang
Guna memikat hati pribumi, Jepang membentuk beberapa gerakan. Di
antaranya gerakan PUTERA dan PETA. Adapun gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat)
didirikan oleh Jepang guna kaderisasi pribumi sebagai pembantu bagi Jepang
dalam hal militer. Gerakan ini dipimpin oleh empat serangkai; Bung Karno, Bung
Hatta, Ki Hajar Dewantara dan Kyai Haji Mas Mansur. Namun apa boleh buat,
gerakan yang notebenenya dibentuk oleh Jepang malah menjadi bumerang bagi
pembentuknya. Semangat kemerdekaan malah menyelimuti atmosfer gerakan ini.
Setelah gerakan PUTERA dibubarkan, diciptakanlah gerakan PETA
(Pembela Tanah Air). Gerakan ini beranggotakan pemuda pribumi yang dilatih
militer oleh tentara Jepang secara langsung. Namun fakta membuktikan,
sebagaimana geraka ciptaan Jepang sebelumnya, PETA juga menjadi bumerang bagi
Jepang. Pembekalan militer yang diterima di gerakan ini justru menjadi bekal
bagi kemunculan NKRI dalam bidang perang fisik.
Itulah kedua bibitdari kemunculan NKRI.
II.
Kemunculan
NKRI
A.
Latar
Belakang BPUPKI
Mendekati tahun 1945, satu per satu wilayah jajahan Jepang bisa
kembali direbut oleh pasukan Imperialis Barat (Amerika cs). Dengan hilangnya
sebagian besar jajahannya, Jepang merasa terjepit sehingga membutuhkan bantuan,
terutama bantuan dari pribumi Nusantara. Oleh karenanya, untuk mendapatkan
dukungan serta peran pribumi Nusantara dalam perang pasifik, Jepang menjajikan
kemerdekaan bagi Nusantara. Janji tersebut diumumkan pada tanggal 7 September
1944, dan dikenal sebagai Janji Kemerdekaan Indonesia.
Sebagai pemenuhan janji, pada tanggal 1 Maret 1945, dibentuklah
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
B.
Perjalanan
BPUPKI
BPUPKI yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat ini memiliki 62
anggota. Sebagian anggotanya merupakan para nasionalis sekuler, sedangkan
sebagian lagi ialah mereka yang menginginkan islam sebagai dasar negara.
Pada sidang resmi pertamanya, yang dimulai dari tanggal 29 Mei,
BPUPKI mulai merumuskan dasar negara dan bentuk negara. Namun dalam sidang
pertama ini, yang disepakati ialah usulan dasar negara ala Ir Soekarno, Dr
Soepomo dan Muhammad Yamin. Usulan ketiga anggota BPUPKI ini notabenenya tidak
jauh berbeda.
Namun karena sebab hingga berakhirnya sidang pertama tersebut dasar
negara belum juga diputuskan secara tepat, diadakan kembali sidang. Sidang ini
dilakukan oleh panitia sembilan, yakni Ir. Soekarno (ketua)Drs. Mohammad Hatta
(wakil ketua)Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)Mr. Prof.
Mohammad Yamin, S.H. (anggota)Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)Abdoel
Kahar Moezakir (anggota)Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)Haji Agus Salim
(anggota)Mr. Alexander Andries Maramis (anggota). Dapat diperhatikan, anggota
panitia ini setengahnya berasal dari kalangan nasionalis, sedangkan sisanya
berasal dari kalangan islam.
Pada sidang, ditetapkan bentuk negara Indonesia ialah republik.
Selain itu, yang terpenting, ditetapkan pula Piagam Jakarta sebagai dasar
negara. Adapun yang dimaksud dasar negara dari Piagam Jakarta ini ialah,
- Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
- Persatuan Indonesia,
- Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
- Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Setalah adanya Piagam Jakarta, diadakan kembali sidang resmi BPUPKI
yang kedua. Dalam sidang ini anggota dibagi menjadi fraksi-fraksi kecil. Yakni
fraksi yang merancang undang-undang dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), fraksi
yang membela tanah air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan fraksi
yang menyusun ekonomi dan keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).
Pada sidang resmi yang kedua, piagam jakarta ini disepakati,walau
masih terdapat perdebatan dalam hal penerapan syariat islam.
C.
Perjalanan
PPKI dan hilangnya Piagam Jakarta
Sebagaimana BPUPKI, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
juga merupakan kelompok yang diinisiasi oleh Jepang. Kelompok ini diadakan guna
meresmikan undang-undang dasar serta serah terima pemerintahan Jepang.
Namun yang menarik di sini, berdasarkan surat kaleng yang datang
dari wilayah Nusantara timur, terjadi beberapa perubahan terhadap Piagam
Jakarta. Surat kaleng ini konon berasal dari kalangan minoritas yang menyatakan
keberatan atas 7 kata yang ada di Piagam Jakarta, yakni “Syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Setelah tibanya surat kaleng ini, diadakanlah rapat dalam
kurun beberapa menit. Rapat tersebut menghasilkan keputusan di antaranya,
Pertama, kata “Muqaddimah” yang berasal dari bahasa Arab,
muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.
Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia
asli dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan
mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.
Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari
yang semula berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban
menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi
“Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Seirama dengan ini, hanya dalam beberapa menit saja, Piagam Jakarta
yang baru diproklamirkan selama kurang dari 24 jam ini hilang.
Dari uraian sejarah tersebut, memang jelas nampak usaha sebagian
tokoh islam yang berjuang menjadikan islam sebagai dasar negara.
Namun yang penting di sini, karena BPUPKI dan PPKI merupakan
lembaga bentukan Jepang, maka memang masih terdapat andil Jepang dan pihak
asing lainnya untuk mengotak-atik keputusan kemerdekaan Indonesia. Selain itu,
tokoh yang banyak berperan dalam kemerdekaan ini mayoritas merupakan kelompok
nasionalis, yang menginginkan persatuan berdasarkan kebangsaan Indonesia.
Karena mayoritas dan bantuan dari tangan-tangan yang tidak
terlihat, kelompok nasionalis ini memenangkan suara. Sehingga sampai saat ini,
Indonesia berdiri atas dasar nasionalis yang terangkum dalam pancasila.
Padahal ikatan nasionalis bukanlah ikatan yang kuat, apalagi untuk
mengikat sebuah negara. Mengapa? Karena ikatan nasionalis cenderung bersifat
emosional dan semu.
Sedangkan mengenai tokoh islam yang belum bisa memenangkan
pendapatnya untuk menjadikan islam sebagia dasar negara; menurut saya, karena
mereka belum bersatu dalam satu pendapat yang padu. Keputusan yang mereka ambil
pun tidak murni berdasarkan ijtihad, padahal ijtihad adalah kunci dari
penerapan islam yang menyeluruh.
Tapi saya cukup salut untuk perjuangan tokoh islam di masa
kemerdekaan, walau belum berhasil.
Dan terakhir, yang perlu dititiktekankan, seharusnya kaum muslimin
jangan melupakan usaha umat islam di masa lalu dalam meperjuangkan islam.
Jangan sampai fakta yang ada membuat kaum muslimin lupa akan hakikat perjuangan
yang ada.
Bandung, 10 Maret 2016
Salma Azizah
0 comment:
Posting Komentar
Dengan senang hati kami menerima komentar dari para pembaca yang terhormat.
Komentar yang diberikan merupakan sebaik-baiknya masukan untuk blog ini kedepannya.