Minggu, 05 Juni 2016

NUSANTARA MENAPAKI KEBANGKITAN YANG SEMU


       I.            Penjajahan Jepang
A.     Latar Belakang Penjajahan Jepang
Di awal abad 21, KaisarTenno Meiji mampu membawa perubahan besar terhadap dunia industri Jepang. Perubahan yang cukup signifikan membuat perkembangan industri Jepang mampu mengimbangi perkembangan negara-negara imperialis Barat. Hal tersebut memberikan dampak terhadap dunia pepolitikan Jepang. Politik luar negeri Jepang yang sebelumnya tertutup menjadi imperialis. Saat itu Jepang memiliki impian menyatukan Asia di bawah kendalinya.
Karenanya, sebagai negara industri dan militer, Jepang membutuhkan pasokan bahan bakar yang cukup. Sementara dataran Jepang bukanlah dataran yang menyediakan kebutuhan tersebut. Beranjak dari hal tersebut, Jepang mulai melakukan penjajahan terhadap dataran yang memiliki pasokan bahan bakar berlimpah, termasuk Nusantara. Itulah sebab mengapa Jepang memilih Nusantara sebagai target jajahannya. Di sisi lain, dengan jumlah penduduk yang cukup banyak, Nusantara menjadi sasaran empuk bagi pemasaran produk industri Jepang.
B.     Masuknya Penjajah Jepang
Jepang mulai memasuki Nusantara pada 11 Januari 1942, setelah sekitar satu bulan yang lalu berhasil membom Pearl Harbor, pangkalan Armada laut Amerika terbesar di Pasifik. Satu hari setelah Militer Belanda menyatakan perang terhadap Jepang, Belanda menyatakan menyerah. Otomatis, terlepaslah kota Tarakan ke tangan penjajah Jepang, kemudian disusul oleh kota Balikpapan, yang mana sama-sama memiliki minyak bumi yang melimpah. Bagaikan domino, satu bulan setelahnya, kota-kota Nusantara lainnya satu per satu jatuh ke tangan penjajah Jepang. Seperti Samarinda, Kotabangun, Banjarmasin, juga Palembang.
Pada 1 Meret, Jepang mampu sekaligus mendarat di tiga titik, yakniTeluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat) dan Kragan (Jawa Tengah). Jepang terus merengsek masuk ke pusat pemerintahan Hindia Belanda. Sementara Hindia Belanda dalam tiga hari berturut-turut mencoba mengambil kembali beberapa kota yang telah direbut, namun hasilnya nihil. Sebagai wujud ‘menyerah’, Batavia dinyatakan sebagai kota terbuka, sehingga Jepang pun langsung merebutnya. Itulah masa di mana Jepang secara resmi menjajah Indonesia.
C.     Bibit NKRI yang Ditebar Jepang
Guna memikat hati pribumi, Jepang membentuk beberapa gerakan. Di antaranya gerakan PUTERA dan PETA. Adapun gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) didirikan oleh Jepang guna kaderisasi pribumi sebagai pembantu bagi Jepang dalam hal militer. Gerakan ini dipimpin oleh empat serangkai; Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara dan Kyai Haji Mas Mansur. Namun apa boleh buat, gerakan yang notebenenya dibentuk oleh Jepang malah menjadi bumerang bagi pembentuknya. Semangat kemerdekaan malah menyelimuti atmosfer gerakan ini.
Setelah gerakan PUTERA dibubarkan, diciptakanlah gerakan PETA (Pembela Tanah Air). Gerakan ini beranggotakan pemuda pribumi yang dilatih militer oleh tentara Jepang secara langsung. Namun fakta membuktikan, sebagaimana geraka ciptaan Jepang sebelumnya, PETA juga menjadi bumerang bagi Jepang. Pembekalan militer yang diterima di gerakan ini justru menjadi bekal bagi kemunculan NKRI dalam bidang perang fisik.
Itulah kedua bibitdari kemunculan NKRI.

   II.            Kemunculan NKRI
A.    Latar Belakang BPUPKI
Mendekati tahun 1945, satu per satu wilayah jajahan Jepang bisa kembali direbut oleh pasukan Imperialis Barat (Amerika cs). Dengan hilangnya sebagian besar jajahannya, Jepang merasa terjepit sehingga membutuhkan bantuan, terutama bantuan dari pribumi Nusantara. Oleh karenanya, untuk mendapatkan dukungan serta peran pribumi Nusantara dalam perang pasifik, Jepang menjajikan kemerdekaan bagi Nusantara. Janji tersebut diumumkan pada tanggal 7 September 1944, dan dikenal sebagai Janji Kemerdekaan Indonesia.
Sebagai pemenuhan janji, pada tanggal 1 Maret 1945, dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
B.     Perjalanan BPUPKI
BPUPKI yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat ini memiliki 62 anggota. Sebagian anggotanya merupakan para nasionalis sekuler, sedangkan sebagian lagi ialah mereka yang menginginkan islam sebagai dasar negara.
Pada sidang resmi pertamanya, yang dimulai dari tanggal 29 Mei, BPUPKI mulai merumuskan dasar negara dan bentuk negara. Namun dalam sidang pertama ini, yang disepakati ialah usulan dasar negara ala Ir Soekarno, Dr Soepomo dan Muhammad Yamin. Usulan ketiga anggota BPUPKI ini notabenenya tidak jauh berbeda.
Namun karena sebab hingga berakhirnya sidang pertama tersebut dasar negara belum juga diputuskan secara tepat, diadakan kembali sidang. Sidang ini dilakukan oleh panitia sembilan, yakni Ir. Soekarno (ketua)Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)Abdoel Kahar Moezakir (anggota)Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)Haji Agus Salim (anggota)Mr. Alexander Andries Maramis (anggota). Dapat diperhatikan, anggota panitia ini setengahnya berasal dari kalangan nasionalis, sedangkan sisanya berasal dari kalangan islam.
Pada sidang, ditetapkan bentuk negara Indonesia ialah republik. Selain itu, yang terpenting, ditetapkan pula Piagam Jakarta sebagai dasar negara. Adapun yang dimaksud dasar negara dari Piagam Jakarta ini ialah,
  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia,
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Setalah adanya Piagam Jakarta, diadakan kembali sidang resmi BPUPKI yang kedua. Dalam sidang ini anggota dibagi menjadi fraksi-fraksi kecil. Yakni fraksi yang merancang undang-undang dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), fraksi yang membela tanah air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan fraksi yang menyusun ekonomi dan keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).
Pada sidang resmi yang kedua, piagam jakarta ini disepakati,walau masih terdapat perdebatan dalam hal penerapan syariat islam.
C.     Perjalanan PPKI dan hilangnya Piagam Jakarta
Sebagaimana BPUPKI, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) juga merupakan kelompok yang diinisiasi oleh Jepang. Kelompok ini diadakan guna meresmikan undang-undang dasar serta serah terima pemerintahan Jepang.
Namun yang menarik di sini, berdasarkan surat kaleng yang datang dari wilayah Nusantara timur, terjadi beberapa perubahan terhadap Piagam Jakarta. Surat kaleng ini konon berasal dari kalangan minoritas yang menyatakan keberatan atas 7 kata yang ada di Piagam Jakarta, yakni “Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Setelah tibanya surat kaleng ini, diadakanlah rapat dalam kurun beberapa menit. Rapat tersebut menghasilkan keputusan di antaranya,
Pertama, kata “Muqaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.
Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.
Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Seirama dengan ini, hanya dalam beberapa menit saja, Piagam Jakarta yang baru diproklamirkan selama kurang dari 24 jam ini hilang.

III.            Tanggapan
Dari uraian sejarah tersebut, memang jelas nampak usaha sebagian tokoh islam yang berjuang menjadikan islam sebagai dasar negara.
Namun yang penting di sini, karena BPUPKI dan PPKI merupakan lembaga bentukan Jepang, maka memang masih terdapat andil Jepang dan pihak asing lainnya untuk mengotak-atik keputusan kemerdekaan Indonesia. Selain itu, tokoh yang banyak berperan dalam kemerdekaan ini mayoritas merupakan kelompok nasionalis, yang menginginkan persatuan berdasarkan kebangsaan Indonesia.
Karena mayoritas dan bantuan dari tangan-tangan yang tidak terlihat, kelompok nasionalis ini memenangkan suara. Sehingga sampai saat ini, Indonesia berdiri atas dasar nasionalis yang terangkum dalam pancasila.
Padahal ikatan nasionalis bukanlah ikatan yang kuat, apalagi untuk mengikat sebuah negara. Mengapa? Karena ikatan nasionalis cenderung bersifat emosional dan semu.
Sedangkan mengenai tokoh islam yang belum bisa memenangkan pendapatnya untuk menjadikan islam sebagia dasar negara; menurut saya, karena mereka belum bersatu dalam satu pendapat yang padu. Keputusan yang mereka ambil pun tidak murni berdasarkan ijtihad, padahal ijtihad adalah kunci dari penerapan islam yang menyeluruh.
Tapi saya cukup salut untuk perjuangan tokoh islam di masa kemerdekaan, walau belum berhasil.
Dan terakhir, yang perlu dititiktekankan, seharusnya kaum muslimin jangan melupakan usaha umat islam di masa lalu dalam meperjuangkan islam. Jangan sampai fakta yang ada membuat kaum muslimin lupa akan hakikat perjuangan yang ada.
 
Bandung, 10 Maret 2016

Salma Azizah

0 comment:

Posting Komentar

Dengan senang hati kami menerima komentar dari para pembaca yang terhormat.
Komentar yang diberikan merupakan sebaik-baiknya masukan untuk blog ini kedepannya.

 

Catatan si Pengelana Template by Ipietoon Cute Blog Design