Merupakan suatu hal yang wajib diketahui oleh seluruh kaum muslim, bahwa dulu kaum muslim pernah menjadi pioneer dalam bidang keilmuan dan teknologi. Maka harapannya, berangkat dari pemaparan fakta yang tidak seberapa ini, kaum muslimin bisa membuka mata dan pikirannya, serta termotivasi untuk kembali menjadi kaum yang mendunia dan memimpin perkembangan ilmu pengetahuan di bidang apapu. Selamat membaca!
A. Bidang Kedokteran
Pemerintah
Abbasiyyah menaruh perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan ilmu
kedokteran, juga pelayanannya kapada masyarakat. Mereka membangun apotek
pertama, mendirikan sekolah farmasi pertama, dan menghasilkan buku daftar
obat-obatan pertama. Selain itu, di masa kekhalilfahan ar-Rasyid, beliau
mendirikan sebuah rumah sakit untuk pertama kalinya, yang dilengkapi dengan
perpustakaan kedokteran, ruang khusus perempuan, gudang obat-obatan dan
menawarkan kursus pengobatan.
Pada abad
8-9 H, peradaban islam juga memberikan kiprah yang cukup besar dalam hal
penerjemahan karya-karya kedokteran yang ada di era sebelumnya. Selain
menerjemahkan, mereka juga memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam
disiplin ilmu kedokteran. Sebagai contoh, kaum muslimin juga memberikan
kontribusi yang cukup besar dalam hal anatomi mata. Seperti Yuhanna ibn
Masawayh (seorang Nasrani) dan Hunayn ibn Ishaq.
Yuhanna Ibnu Masawayh |
Hunayn Ibnu Ishaq |
ar-Razi |
Setelah
masa penerjemahan, perdaban islam juga melahirkan para penulis hebat di bidang
kedokteran. Di abad ke-9 H, ada sosok Abu Bakr Muhammad ibn Zakariyya ar-Razi,
yang mendapat julukan “dokter muslim terbesar dan penulis paling produktif”. Ia
merupakan seorang kepala dokter yang juga merupakan orang pertama yang
menemukan konsep seton dalam operasi. Selain itu, beliau mampu menulis 113 buku
tebal dan 28 buku tipis. Salah satu artikelnya yang terkenal ialah artikel yang
membahas bisul dan cacar air, yang menjadi catatan klinis pertama dalam hal
tersbeut. Salah satu karyanya yang terkenal ialah Kitab ath-Thibb al-Manshuri yang tebalnya seperti buku 10 jilid.
Dan salah satu karya utamanya ialah al-Hawi,
sebuah ensiklopedi kedokteran yang merangkum pengetahuan seluruh ilmu
kedokteran dari Yunani, Persia, Hindu dan Arab.
Selain itu ada Ali ibn Sahl Rabban ath-Thabari yang meruakan dokter pribadi al-Mutawakkil dan penulis buku berjudul Firdaus al-Hikmah yang menjadi daftar obat-obatan tertua dalam bahasa Arab. Terdapat pula sosok Ali ibn Abbas yang menulis kitab Kamil ash-Shina’ah ath-Thibbiyyah, yang merupakan kamus ilmu dan praktik kedokteran. Beliau juga terkenal sebagai penemu konsep sistem pemmbuluh darah kapiler dan konstraksi otot rahim di saat persalinan.
Ali Ibnu Sahl Rabban Ath-thabari |
Ibnu Sina |
Kemudian
masih di abad yang sama, hiduplah sosok Abu Ali al-Husayn ibn Abdullah, atau
lebih dikenal sebagai Ibnu Sina. Di masa mudanya, beliau mampu menyembuhkan Nuh
ibn Manshur, seorang Sultan Dinasti Samaniyah. Sebuah riwayat mengatakan bahwa
ia berhasil menghasilkan lebih dari 200 karya tulisan. Karyanya yang paling
terkenal ialah al-Qanun fi ath-Thibb yang
mampu menggantikan kitab penulis sebelumnya. Dalam buku tersebut terdapat
sekitar 760 jenis obat-obatan. Dalam kitab tersebut, beliau juga memaparkan
perbedaan dua jenis pembengkakan paru-paru, mengenali potensi penyebaran
penyakit pernafasan memalui air dan debu, dan masih banyak lagi.
Di
abad ke-11 H, terdapat sosok Ali ibn Isa yang menjelaskan 130 macam penyakit
mata dalam kitabnya Tadzkirah al-Kahhalin.
Juga sang penulis risalah pertama terkait kuda, yakni Ya’qub ibn Akhi Hizam.
Dan masih banyak lagi.
B. Bidang Astronomi dan Matematika
Ibrahim al-Fazari |
Pada
abad 8-9 H, kaum muslimin mulai melakukan penerjemahan kitab-kitab astronomi
terdahulu. Seperti kitab Siddhanta
yang diterjemahkan oleh Muhammad ibn Ibrahim al-Fazari dan kitab Almagest yang diterjemahkan oleh
al-Hajjaj ibn Mathar dan Hunayn ibn Ishaq.
Pada
sekitar tahun 830-831 H, Khalifah Al-Ma’mun mendirikan sebuah observatorium –dengan
supervisor Sind ibn Ali dan Yahya ibn Abi Manshur- di Baghdad, tepatnya di
pintu masuk Syammasiyah dan di Bukit Kasiyun, di luar Baghdad. Pada sekitar
tahun 830-850 H terdapat pula obsevatorium di Baghdad, tepatnya di rumah Musa
ibn Syakir yang dioperasikan oleh anak-anaknya sendiri. Satu abad setelahnya,
pada sekitar tahun 982-989, Syaraf ad-Dawlah, Sultan Dinasti Buwayhi mendirikan
sebuah observtorium di Baghdad, -dengan supervisor Abdurrahman As-Sufi, Ahmad
Ash-Shaghani dan Abu Al-Wafa- dan di Rayy, yang dioperasikan oleh Abu Ja’far
al-Khazin. Satu abad kemudian, pada tahun1075 H, Jalal Ad-Din Maliksyah juga
mendirikan observatorium di Rayy.
Abu Al-Wafa |
Abu Jafar al-Khazin |
Observatorium-observatorium
tersebut tidak sekedar digunakan sebagai sarana pengamatan gerak benda langit
secara sitematis dan saksama. Observatorium tersebut juga digunakan sebagai
sarana pengujian berbagai teori penting yang terdapat di dalam sumber rujukan
ilmu seputar astronomi. Oleh karenanya, dari observatorium itulah lahir
berbagai hasil koreksi dalam penghitungan yang lebih akurat, seperti dalam hal
sudut ekliptik bumi, ekuaski kubik, ketepatan lintas matahari, besar ukuran
bumi, luas permukaan bumi, besar keliling bumi
dan lain sebagainya.
Pada
masa kekhilafahan Abbasiyah, terdapat banyak sekali ahli astronomi yang
memberikan kontribusi besar dalam ilmu astronomi. Di abad 9 H, terdapat Abu
al-Abbas Ahmad al-Afghani yang menulis kitab al-Mudkhil ila ‘Ilm Hay’ah al-Aflak. Kemudian ada Abu Abdullah
Muhammad ibn jabir al-Battani, seorang peneliti astronomi yang banyak
mengoreksi beberapa kesimpulan ilmu astronomi terdahulu. Ada pula sosok Abu
Masy’ar yang merupakan penemu hukum pasang surut laut yang berhubungan dengan
muncul dan tenggelamnya bulan.
al-Battani |
Kemudian
di abad yang sama terdapat sosok tokoh utama yakni Muhammbad ibn Musa al-Khawarizmi.
Selian menciptakan tebl astronomi tertua, beliau juga menciptakan karya terkait
aritmetika dan aljabar, berjudul hisab
al-Jahr wa al-Muqabalah yang dilengkapi dengan 800 contoh. Dari beliau,
muncul juga seorang matematikawan terkenal yakni Umar al-Khayyam, yang menindak
lanjuti pembahasan matematika Khawarizmi melalui geometri dan aljabar.
al-Khawarizmi |
Umar al-Khayyam |
al-Biruni |
Di
abad ke 10 H, terdapat Abu ar-Rayhan Muahmmad ibn Ahmad al-Biruni yang menulis
kitab al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hay’ah wa
an-Nujum. Beliau juga menulis kitab al-tafhim
li Awa’il Shina’ah al-Tanjim yang berisi rumus-rumus geometri, aritmatika,
astrnomi dan astrologi.
Nashruddin ath-Thusi |
Pada
abad ke 11 H, hiduplah sosok Abu Bakr Muhammad Al-Karaji yang menulis Kitab Al-Kafi fi al-Hisab dan sosok Ahmad
an-Nasawi yang menulis kitab al-Muqni fi
al-Hisab al-Hindi. Pada abad ke 13 H, terdapat seorang Nashr ald-Din
ath-Thusi yang menyusun sebuah tabel astronomi yang disebut al-Zij al Il-Khani.
C.
Bidang Geografi
Tsabit bin Qurah |
Pada
abad 7-9 H, kaum muslimin sendiri telah melakukan lintas geografi yang cukup
jauh, meliputi dataran Cina dan Rusia di Asia Utara dan pantai-pantai di Afrika
bagian selatan. Terdapat sosok si saudagar kaya, Sulayman at-Tajir. Dari beliau
lah sampai berita bahwa masyarakat Cina yang telah menggunakan cap jempol
sebagi tanda tangan. Ada juga sosok si pelaut Sindbad. Juga sosok Ahmad ibn
Fadhlan ibn Hammad.
Kitab
geografi terdahulu pun diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, seperti Tsabit ibn
Qurah yang menerjemahkan kitab Geography
karya seorang Yunani. Kitab terjemahan beliau lah yang akan menjadi batu
lompatan bagi karya-karya setelahnya, speprti kitab Surah al-Ardh karya al-Khawarizmi. Selanjutnya, kitab tersebut pun
menjadi rujukan bagi kitab-kitab di masa setelahnya.
Pada
abad ke 9-10 H, Ibn Khurdadzbih mulai menulis kitab yang berisi tempat-temat
penting berjudul al-Masalik wa al-Mamalik,
yang juga merupakan buku penunjuk jalan. Kemudian muncul juga Ibn Wadhih
al-Ya’qubi yang menulis Kitab al-Buldan.
Kitab tersebut membahas karakteristik topografi dan ekonomi setiap negeri.
Dengan judul yang sama, Ibn al-Faqih al-Hamadani menulis sebuah buku yang
berisi ilmu geografi lengkap. Kemudian pada abad sama, terdapat juga buku al-Kharaj yang dituis oleh Qudamah dan
kitab al-Alaq an-Nafisah yang ditulis
oleh seorang Persia bernama Ibn Rusthah.
Kemudian
di kalangan bangsa Arab terdapat al-Ishthakhri yang menulis kitab Masalik al-Mamalik. Sistem geografi yang
tersusun di dalamnya lebih terpusat pada wilayah-wilayah Islam. Selain itu,
muncul juga sosok Ibn Hawqal yang menulis ulang kitab al-Isthakh
ri, kemudian menambahkan beberapa revisi peta Spanyol yang telah dikunjunginya. Kemudian tidak lama berselang dari itu, terbitlah sebuah karya yang memukau yakni Ahsan at-Taqasim fi Ma’rifah al-‘Aqalim, karya al-Maqdisi. Kitab tersebut merupakan catatan perjalanannya selama 20 tahun ke seluruh negeri islam kecuali Spanyol, Sijistan dan India.
karya Al-Istakhri |
karya Ibnu Hawqal |
Yaqut ibn Abdullah al-Hamawi |
Pada
tahun yang sama, muncul lah kitab yang meliputi ilmu tentang Semenanjung Arab
Islam dengan judul al-Iklil dan Shifah Jazirah al-Arab yang dibuat oleh
al-Hasan ibn Ahmad al-Hamdani. Seperti beliau, pada masa tersebut terdapat
sosok al-Mas’udi dan Ikhwan ash-Shafa, sang penjelajah dunia.
Kemudian
di akhir masa kekhilafahan Abbasiyyah, terdapat sosok legendaris Yaqut ibn
Abdullah al-Hamawi. Belaiu menulis sebuah kamus geografi yang berjudul Mu’jam al-Udaba. Pada masa itu, buku
tersebut bagaikan sebuah ensiklopedi geografi yang begitu berharga yang memuat
informasi sejarah, geografi, etnografi dan ilmu pengetahuan alam. Buku tersebut
pun disusun menurut alfabet nama tempat yang dibahas di dalamnya.
D. Bidang Kimia
Jabir ibn Hayyan |
Membahas
bidang ilmu pengetahuan kimia di masa peradaban islam, khususnya di masa
Abbasiyah tidak akan lepas dari pembahasan Jabir ibn Hayyan yang dijuluki
sebagai bapak Kimia Arab. Beliau lah orang yang mengatakan urgensi eksperimen
secara lebih terperinci daripada para kimiawan sebelumnya. Di antara banyak
karyanya, kitab az-Zi’baq asy-Syarqi
yang membahas hal-hal terkait air raksa menjadi sebuah karya yang cukup
fenomenal. Kitab mampu menjadi sebuah rujukan yang paling berpengaruh di dalam
perkembangan ilmu kimia setelahnya baik itu di Eropa maupun di Asia. Beberapa
peninggalan bersejarahnya ialah koreksinya terhadap metode penguapan,
sublimasi, peleburan dan kristalisasi. Salah satu fokus penelitiannya ialah ia
berusaha mengetahui formula khusus yang dapat mengubah logam biasa seperti
besi, seng dan tembaga menjagi emas.
Dan
mayoritas ahli kimia setelahnya mengklaim bahwa kepada beliau lah mereka
berguru. Dan apa yang telah ditemukan oleh ahli kimia setelahnya tidak lain
hanyalah pelengkap bagi konsep dasar kimia yang telah dikemangkan oleh Jabir
ibn Hayyan. Mereka adalah ath-Thughra’i, Abu al-Qasim al-‘Iraqi, dan masihh
banyak lagi.
Pada
cabang pembahasan mineral, kaum muslimin juga pernah menorehkan tinta emasnya.
Terdapat sekitar 50 jenis batu berharga di dalam kitab-kitab kaum muslimin. Ada
Utahrid ibn Muhammad al-Hasib yang menulis kitab bebatuan tertua. Ada juga
Shihab ad-Din at-Tifasyi yang menulis kitab Azhar
al-Afkar fi Jawahir sl-Ahjar. Kitab tersebut merupakan kitab bebatuan
terbaik yang pernah kaum muslimin buat. Di dalamnya terdapat klasifikasi 24
jenis batu berharga, wilayah geografisnya, asal-usulnya, kemurnian, harga, dan
lain sebagainya. Selain itu, ada juga al-Biruni yang mampu menetukan berat
jenis dari 18 macam batu dan logam berharga.
E. Bidang Biologi
Tokoh penting dalam
perkembangan ilmu zoologi dunia islam ialah Abu ‘Utsman ‘Amr ibn Bahral-Jahiz.
Beliau telah menulis sebuah kitab yang terkenal yakni Kitab al-Hayawan, yang menjadi cikal bakal munculnya teori evolusi,
psikologi dan adaptasi hewan.