Hidup Di lingkungan yang begitu heterogen dalam hal beragama adalah hal yang mungkin-mungkin saja terjadi. Bukankah begitu? lantas, bagaimana kta, sebagai muslim menyikapinya? Bagaimana islam memecahkan pluralitas agama yang niscaya saja kita temui, apalagi di Indonesia?
Mengkritisi Gagasan Pluralisme Agama
Oleh : Salma Azizah Dzakiyyunnisa
A. Pendahuluan
Indonesia, negara dengan keberagaman umat beragama. Mulai dari
agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan lain sebagainya. Fakta
pluralitas agama tersebut tidak memungkiri terjadinya konflik di antara penduduk
umat beragama. Seperti halnya kasus kerusuhan di Tolikara pada saat pelaksanaan
shalat idul firti yang berlangsung di antara jemaat GIDI dan Umat Islam (2015).
Juga seperti halnya kasus penindasan yang menimpa Umat Islam oleh Umat Kristen
di Poso, pada sekitar tahun 1998-2001. Juga seperti halnya pembakaran sejumlah
gereja oleh ribuan masa yang terjadi di Situbondo (1996).
Hal tersebut menjadi peluang tersendiri bagi para aktivis liberal,
dalam mengusung dan menyebarkan gagasan pluralisme agama di tengah-tengah
masyarakat Indonesia, termasuk di tengah-tengah Umat Islam. Dengan dalih
menciptakan perdamaian di antara keberagaman umat beragama, gagasan pluralisme
agama pun disambut baik oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk juga
sebagian Umat Islam. Dengan dalih “keniscayaan pluralitas agama otomatis
juga merupakan keniscayaan pluralisme agama”, gagasan pluralisme agama pun
disambut baik oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk juga sebagian
Umat Islam.
Sehingga dampaknya, siapapun yang tidak mengadopsi gagasan tersebut
diberi gelar sebagai ‘intoleran’. Siapapun yang tidak turut serta menyambut
perayaan suatu agama (walaupun bukan merupakan agamanya) dianggap tidak
memiliki rasa toleransi. Bahkan juga mengundang opini bahwa siapapun yang
mengungkap kesalahan agama lain (walaupun itu dalam rangka dakwah), dianggap
sebagai mereka yang tidak menghargai hak kebebasan beragama.
Dari sini dapat diketahui bahwa gagasan pluralisme agama akan
memberikan dampak negatif khususnya terhadap Umat Islam, yakni antara lain
memperlemah keyakinan Umat Islam terhadap aqidah Islam dan juga memperlemah
intensitas dakwah Islam ke seluruh dunia. Terlebih bahwa notabenenya, gagasan
pluralisme agama sama sekali tidak sejalan dengan apa yang ada di dalam aqidah Islam,
bahkan sangat bertentangan dengan Islam itu sendiri.
Maka merupakan sesuatu yang penting lagi mendesak bagi Kaum Muslimin
untuk mengetahui bagaimana Islam menyikapi dan memandang pluralisme agama; bagaimana
Islam membantah gagasan tersebut dan bagaimana seharusnya Kaum Muslimin
menyikapinya. Dan merupakan
sesuatu yang penting pula bagi Kaum Muslimin untuk mengetahui bagaimana Islam
memandang pluralitas agama yang memang terjadi dalam kehidupan ini dan bagaimana
Islam mengatur kehidupan Umat Islam dan Umat selainnya.
B. Seputar Eksklusivisme, Inklusivisme, Pluralisme Agama dan Pluralitas Agama
1. Eksklusivisme AgamaEksklusivisme berasal dari bahasa Inggris, yakni exclusive (sendirian, dengan tidak disertai yang lain, terpisah dengan yang lain) dan ism (paham). Maka, eksklusivisme bisa didefinisikan sebagai sebuah faham yang mengatakan bahwa hanya salah satu agama sajalah yang mengandung kebenaran dan memberikan keselamatan. Sehingga otomatis, agama lain bukanlah agama yang benar dan agama lain tidaklah memberikan keselamatan. Penganut agama yang bersifat eksklusif akan menganggap orang yang ada di luar agamanya merupakan orang yang sesat dan tidak akan mendapatkan keselamatan. Biasanya, para penganut eksklusivisme akan berupaya sekeras mungkin dalam menyebarluaskan paham agama yang ia anut.
2. Inklusivisme Agama
Adapun inklusivisme, secara bahasa berasal dari kata inclusive dan ism. Maka, inklusivisme agama merupakan sebuah faham yang mengatakan bahwa di luar agama yang seseorang anut masih mungkin terdapat kebenaran dan masih mungkin memberikan keselamatan. Sehingga sebaliknya, agama yang seseorang anut tidak multak kebenarannya dan mungkin juga terdapat kesalahan. Penganut inklusivisme agama sifatnya akan lebih terbuka terhadap para penganut agama-agama di luar agamanya, tidak seperti penganut eksklusivisme agama. Selain itu, biasanya para penganut inklusivisme agama akan menerima suatu paham di luar pemahaman agamanya, dengan alasan sebagai rasa penghormatan, toleransi dan lain semacamnya.
3. Pluralisme Agama
Secara bahasa, pluralisme merupakan gabungan dari dua buah kata berbahasa Inggris, yakni plural (beragam) dan ism (paham). Maka, pluralisme agama merupakan paham terkait pluralitas (keberagaman) agama. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga.[1]
Paham yang dibangun atas dasar kebebasan ini mengatakan bahwa agama hanyalah persepsi manusia yang relatif terhadap Tuhan yang mutlak; sehingga semua agama adalah sama dan setara. Setiap agama pasti menjamin keselamatan para penganutnya dan setiap agama pasti memberikan jalan menuju The Ultimate. Yang berbeda dari setiap agama hanyalah teknis penyembahan kepada masing-masing Tuhan, nama dari masing-masing Tuhan, juga istilah bagi The Ultimate. Menurut kaum liberal, pluralisme agama merupakan solusi atas pluralitas agama yang terjadi, yang mana akan menghapuskan klaim kebenaran masing-masing agama yang konon disinyalir sebagai pemicu utama dari konflik umat beragama.
4. Pluralitas Agama
Masih banyak orang yang terkadang ambigu dalam membedakan pluralisme agama dan pluralitas agama. Adapun pluralisme agama sebagaimana yang telah dipaparkan dalam sub bab sebelumnya. Sedangkan pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di suatu negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.[2]
Maka dari sini dapat dipahami bahwasanya pluralisme agama berbeda dengan pluralitas agama. Karenanya, islam memiliki pandangan yang berbeda terhadap masing-masing dari keduanya.
C. Pluralisme Agama dan Teologi Kristen
Pembahasan sejarah kemunculan gagasan pluralisme agama, berkaitan
erat dengan krisis teologi yang muncul di tengah-tengah kalangan Umat Kristen.
Umat Kristen yang tidak memiliki konsep teologi yang baku menjadi sebab utama
dari perpecahan yang timbul di kalangan mereka sendiri. Penulisan kitab yang
dilakukan sekitar satu abad setelahnya, juga munculnya beragam versi kitab
menyebabkan munculnya beragam presepsi dan pemahaman di kalangan Umat Kristen
itu sendiri. Baik itu dari nama tuhan, nama kitab, sebutan bagi para
pengikutnya, bahkan nama agama pun, semua masih menjadi perdebatan. Hal itu tampak melalui munculnya banyak sekte di mana
setiap sekte akan mengkafirkan sekte lainnya, bahkan dalam hal yang sifatnya
mendasar (dalam islam disebut aqidah).
Dari fakta tersebut, dilakukanlah konsili-konsili yang mana membahas perselisihan
yang timbul di kalangan Umat Kristen sendiri. Dan baik itu disadari ataupun
tidak, konsili-konsili itulah yang menyebabkan transisi teologi kristen, dari
yang sifatnya eksklusif, kemudian inklusif, hingga akhirnya pluralis.
Pluralisme agama muncul setelah Kaum Kristen sendiri mengalami
trauma terhadap hegemoni kekuasaan gereja dan teolog, sehingga pemegang kendali
pengkajian teologi Kristen pun diserahkan pada para filosof, yang notabenenya
sama sekali tidak memiliki otoritas. Mereka berfikir bebas secara ekstrim,
yakni dengan mendobrak doktrin teologi yang ada, memasung kekuasaan Tuhan dan
lain sebagainya, yang mana hal tersebut mengindikasikan rasionalisasi agama.
Mereka memposisikan semua agama sebagai objek kajian, sedangkan metode dan
teori pengkajian yang mereka gunakan
ialah filsafat barat.
Pada tahun 1950, gagasan pluralisme agama pun mulai muncul dan
diopinikan. Pada tahun 1960, gagasan
pluralisme agama pun mulai berbuah. Pada tahun 1970, gagasan tersebut terus
berkembang. Pada tahun 1980, buah dari gagasan pluralisme agama pun telah
matang. Hal tersebut bisa dilihat dari munculnya buku-buku di kalangan kristen,
yang mana buku tersebut mengopinikan gagasan pluralisme agama. Maka dapat
disimpulkan, bahwa latar belakang dari munculnya pluralisme agama ialah
hegemoni kekuasaan gereja, yang mana hal tersebut tidak pernah ada di dalam
sejara islam, dan bahwa pluralisme agama bukanlah berasal dari islam.
D. Islam Memandang Pluralisme Agama
Pluralisme agama yang konon merupakan solusi bagi pluralitas yang
ada, bukanlah berasal dari Islam. Selain bukan berasal dari Islam, dapat
dikatakan pula bahwa gagasan pluralisme agama sendiri bertentangan dengan apa
yang ada di dalam Islam, dan Islam sama sekali tidak memiliki justifikasi
atas gagasan tersebut.
Islam merupakan agama yang sempurna. Tidak seperti umat beragama
lainnya, Islam memiliki nilai-nilai pokok yang sifatnya mutlak dan baku.
Nilai-nilai pokok yang sifatnya mutlak dan baku tersebut dikenal sebagai aqidah
Islam, yang juga merupakan pondasi keimanan seorang Muslim. Dan pada pokok pembahasan
itulah, pluralisme agama memiliki presepsi yang sangat bertentangan dengan Islam. Berikut
ialah bukti bahwasanya Islam tidak memiliki kesesuaian dengan gagasan
pluralisme agama, bahkan bukti bahwa Islam menentang gagasan pluralisme agama.
a.
Allah Satu-Satunya
Tuhan yang Layak Disembah
Pluralisme agama
mengatakan bahwa semua Tuhan dari setiap agama hakikatnya ialah sama. Mereka
sama-sama diagungkan, sama-sama disembah dan sama-sama dianggap sesuatu yang
sakral dan suci. Yang berbeda dari para Tuhan tersebut hanyalah bagaimana Dia
disebut dan disembah, yang menurut pluralisme agama merupakan relativitas
masing-masing agama.
Namun secara
akal dan pikiran, statement tersebut tidak dapat dibuktikan secara real.
Jelas-jelas Allah berbeda dengan Tuhan dari agama lainnya. Sama sekali berbeda.
Dia kekal, tidak terbatas, kekuasaannya meliputi segala hal. Dia sama sekali
berbeda dengan makhluk-Nya yang akan mati dan memiliki banyak keterbatasan,
termasuk keterbatasan dalam mengindera dan berfikir. Dan tiada sesuatu pun yang
dapat mengalahkan ataupun sekedar menandingi-Nya. Dialah Allah. Dia memiliki
kebebasan mutlak dalam berkehendak terhadap makhluknya, baik itu kepada gunung yang menjulang tinggi, samudera
beserta isinya yang terhampar luas, maupun kepada manusia.
Sedangkan Tuhan
dari agama lain tidak memiliki sifat-sifat sebagaimana sifat yang Allah miliki.
Seperti halnya dewanya Kaum Hindu yang berjumlah banyak dan memiliki sifat
sebagaimana seorang manusia, seperti memiliki naluri dan memiliki kebutuhan jasmanai.
Hal itu jelas-jelas mengindikasikan bahwa dewa-dewa mereka beserta kekuasaannya
bersifat terbatas, karena digambarkan bahwa mereka memiliki kebiasaan
sebagaimana kebiasaanya seorang manusia dan membutuhkan dewa yang lainnya dalam
mengendalikan alam semesta ini. Atau sepeti halnya Tuhan Kaum Kristen dan Budha
yang berasal dari golongan kaum manusia; yang jelas-jelas pasti memiliki
kekurangan dan keterbatasan, karena begitulah hakikatnya seorang manusia. Dan
masih banyak lagi contoh lainnya.
Berkenaan dengan ini, Allah berfirman dalam Q.S al-Baqarah: 255
(255) Allah, tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus
mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang
di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa
izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Agung.
b.
Islam
Satu-Satunya Agama Yang Benar
Pluralisme agama mengatakan bahwa semua agama adalah sama dan
karenanya kebenaran setiap agama adalah relative. Padahal iman kepada Allah, juga artinya mengimani
segala hal yang datang dan berasal dari dirinya. Termasuk mengimani apa yang
ada di dalam al-Qur’an dan apa yang beliau sampaikan melalui utusan-Nya,
Muhammad SAW. Sebagai Rabb yang Maha Menciptakan, Maha Mengatur dan Maha
Memiliki, Allah menciptakan sebuah ad-Din yang tiada serupa dan tiada
sesuatupun yang menyamai dan menandinginya. Itulah Islam; sebagai satu-satunya ad-Din
yang benar di muka bumi ini, dan satu-satunya ad-Din yang akan
menghantarkan manusia ke dalam keselamatan yang abadi, yakni surga-Nya.
Berkaitan dengan
hal ini, Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran:19,
Sesungguhnya
agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang
yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka,
karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap
ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
Oleh karenanya,
sangat jelas bahwasanya gagasan pluralisme agama bertentangan dengan Islam itu
sendiri. Islam tidak pernah mengatakan bahwa di luar Islam terdapat ad-Din
yang hanif, yang akan menghantarkan para penganutnya pada keselamatan
dan kebahagiaan yang abadi.
c.
Hanya
Seorang Mu’min yang Akan Mendapatkan Ridho dan Surga-Nya.
Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk
dan hidup dan berdampingan di surga. Namun tidak sebagaimana apa yang dikatakan
oleh gagasan pluralisme agama; di dalam islam, hanya seorang Mu’min dan Mu’minah
lah yang akan mendapatkan Ridho dan Surga-Nya. Dan di sana lah Kaum Mu’min dan Mu’minah
akan menikmati waktu abadi di sebaik-baiknya tempat yang penuh dengan
kebahagiaan dan keselamatan. Sedangkan tempat kembali bagi orang-orang Kafir
dan Musyrik yang tidak mengakui ketauhidan Allah ialah seburuk-buruknya tempat,
yakni neraka. Dan ridho-Nya tidak akan pernah terlimpah kepada mereka, kecuali
jika mereka menjadi seseorang yang beriman.
Berkaitan
dengan hal ini, Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran:56-57,
(56) Adapun orang-orang
yang kafir, Maka akan Ku-siksa mereka dengan siksa yang sangat keras di dunia
dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong. (57) Adapun orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, Maka Allah akan
memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah
tidak menyukai orang-orang yang zalim.
E. Dampak Pluralisme Agama Bagi Umat Islam
Selain bertentangan dengan Islam, merasuknya gagasan pluralisme
agama ke dalam benak Kaum Muslimin akan menimbulkan suatu dampak negatif
tertentu, yang pada akhirnya sangatlah beresiko terhadap eksistensi Islam itu
sendiri. Pluralisme agama, yang terkadang mayoritas orang memahami sebagai
bentuk toleransi atas pluralitas yang menjadi suatu keniscayaan, merupakan
sebuah titik penting yang menjadi dasar tersebarnya gagasan pluralisme agama di
kalangan umat Islam, terutama di Indonesia.
Oleh karenanya, gagasan pluralisme agama pun dengan mudahnya
merasuk ke dalam jiwa Kaum Muslimin, sekalipun itu bertentangan dengan faham
aqidah yang dianutnya. Pluralisme agama, yang mana menjurus pada aqidah Islam
jelas-jelas akan membiaskan, merusak dan menghancurkan aqidah Kaum Muslimin. .
Dan aqidah Islam merupakan sesuatu yang bersifat baku (qoth’i), sehingga
tidak ada sesuatu pun yang dapat merubahnya sedikit pun. Seorang Muslim yang
seharusnya beriman secara sempurna akan ternodai imannya, sehingga imannya
rusak dan cacat. Iman yang seharusnya merupakan pembenaran secara pasti 100% (tashdiqul
jazmi), tidak lagi dibenarkan secara pasti dan menyeluruh. Dan perlu
diketahui bahwasanya iman, yang merupakan bagian dari aqidah merupakan hal yang
mendasar dari seorang Muslim.
Hal tersebut
mengakibatkan Kaum Muslimin sendiri memiliki rasa percaya diri yang rendah
dalam menganut agama Islam. Dan hal tersebut juga berlaku bagi para penganut
agama lainnya. Bahkan identitas agama seseorang menjadi suatu hal yang ambigu
untuk ditanyakan dan dipublikasikan seara umum. Terlebih, menyebar pula opini
bahwa identitas agama seseorang merupakan suatu hal yang bersifat pribadi dan
tidak perlu diketahui oleh orang lain. Hal tersebut muncul, karena menurut
pluralisme, semua agama adalah sama. Karena merasa kurang
percaya diri dengan agama Islam yang dianutnya, maka intensitas dakwah Islam
pun otomatis melemah. Bahkan pluralisme agama mampu membuat Kaum Muslimin bias terhadap tugas
utamanya dalam menerapkan syariah Islam dalam seluruh
aspek kehidupan
F. Solusi Islam terhadap Pluralitas
Islam merupakan
agama yang sempurna. Islam telah memiliki syariat yang meliputi segala macam
aspek kehidupan, mulai dari hal yang terkecil seperti akhlaq, hingga hal-hal
yang sifatnya mendunia. Dan begitupula halnya Islam dalam memandang realita
pluralitas yang menjadi suatu keniscayaan. Islam memiliki pandangan khas
sendiri terhadap pluralitas agama, sebagaimana berikut ini.
a.
Dalam Daulah
(Negara) Islam
Daulah atau Negara Islam yang dimaksud di sini ialah Negara di mana
penguasa, pengurus keadilan dan penanggungjawab keamanan Negara berada di
tangan Kaum Muslimin. Sang pemimpin Negara (khalifah) pun diangkat melalui
bai’at. Adapun Hukum yang berlaku di dalam Negara tersebut mutlak menggunakan
hukum syara. Walaupun negara tersebut dinamakan Negara Islam, warga Negara yang
tinggal di dalamnya tidak selamanya harus beragama Islam. Oleh karenanya, di
dalamnya terdapat kebijakan-kebijakan yang mengatur urusan serta kehidupan Kaum
Kafir. Dan Kaum non Muslim yang tinggal di dalam daulah Islam disebut Kafir
Dzimmi.
Terdapat kebijakan-kebijakan khusus bagi Kafir Dzimmi.
Ketika hukum syara secara keseluruhan wajib diterapkan di tengah-tengah Kaum Muslimin,
tidak seluruh aspek kehidupan Kaum non Muslim juga turut diatur berdasarkan
hukum syara. Berkenaan dengan ini, terdapat kebijakan-kebijakan khusus, yakni:
1.
Tidak memaksa mereka untuk masuk ke dalam Islam
dan membiarkan mereka. Rumah peribadatan mereka pun juga terjamin. Mereka boleh tetap mempelajari agama mereka
masing-masing. Namun diwajibkan atas mereka untuk mempelajari agama Islam.
2.
Walaupun Kaum non Muslim diperbolehkan tetap menganut agama mereka
masing-masing, namun mereka tidak diperbolehkan melakukan syiar agama.
3.
Dalam hal pakaian dan makanan, diserahkan
kepada peraturan agama mereka masing-masing, selama tidak melanggar peraturan
internasional. Bahkan dalam hal pakaian, sangatlah dianjurkan terdapat
perbedaan pakaian antara Kaum Muslim dan Kaum non Muslim. Karena hal tersebut
akan mempengaruhi aspek lainnya.
4. Dalam hal pernikahan dan perceraian juga dikembalikan kepada peraturan agama mereka masing-masing. Selain itu, juga diangkat Qodli (dalam istilah bahasa Indonesia ‘hakim’) yang berasal dari kalangan mereka, di mana dia akan menerapkan peraturan berdasarkan agama mereka. Jika di dalam agama mereka tidak ada peraturan yang menyelesaikan perkara tersebut, maka perkara tersebut diselesaikan berdasarkan hukum syara.
5. Dalam hal mu’amalah, uqubat (sanksi), hukumat (pemerintahan) dan sistem perekonomian, Kaum non Muslim juga wajib menjalankannya sesuai dengan hukum syara, sebagaimana Kaum Muslimin.
6. Hak-hak warga Negara non Muslim juga dijamin oleh Negara, sebagaimana hak-hak Kaum Muslimin. Dan dalam hal ini, tidak ada perbedaan apapun baik itu untuk Kaum Muslimin maupun Kaum non Muslim.
b.
Di Luar
Daulah (Negara) Islam
Kondisi di mana
Kaum Muslimin berada di luar Daulah Islam, ialah kondisi di mana Kaum Muslimin
sekarang hidup. Karena pada faktanya, pada era kini, tidak ada Negara yang
layak disebut sebagai Daulah Islam, karena notabenenya tidak ada satu pun
Negara yang memenuhi kriteria Daulah Islam. Oleh karenanya, kebijakan-kebijakan
terhadap Kaum non Muslim, sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub bab
sebelumnya tidak bisa diterapkan dalam keadaan ini. Menurut Islam, dalam kondisi ini, hubungan antara Kaum Muslimin dan
Kaum non Muslim tidak lain hanyalah hubungan dakwah dan syiar Islam. Tidak ada
hubungan lain antara Kaum Muslimin dan Kaum non Muslim selain dakwah dan syiar Islam.
Tidak ada toleransi, tolong menolong, saling melindungi dan lain sebagainya
yang Islam perbolehkan terjadi antara Kaum Muslimin dan Kaum non Muslim. Namun
walaupun demikian, Islam memperbolehkan terjadinya mu’amalah antara Kaum Muslimin
dan Kaum non Muslim. Seperti transaksi jual beli, sewa menyewa dan lain
sebagainya, yang mana tidak ada dalil yang mengharamkannya.
G. Kesimpulan
Pluralisme
agama berbeda dengan pluralitas agama. Yang mana pluralitas diakui oleh Islam,
sedangkan pluralisme agama tidak. Islam
pun sangat bertengtangan dengan paham tersebut. Dan memang notabenenya
pluralisme agama bukanlah berasal dari islam. Islam sendiri telah memiliki
hukum yang khas dan terperinci dalam menyikapi fakta pluralitas yang ada. Oleh
karenanya, kaum muslimin tidak boleh (haram) turut mengambil paham tersebut,
apalagi turut ambil peran dalam menyebarkannya.
Daftar Pustaka :
·
Buku
An-Nabhani, Taqiyuddin. Ad-Daulah
Al-Islamiyah. terj. Umar Faruq dkk. Jakarta: HTI Press, 2006.
Husaini, Adian. Virus Liberalisme
Di Perguruan Tinggi Islam. Gema Insani, 2009.
Husaini, Adian. Wajah Peradaan
Barat; dari Hegemoni
Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal. Gema Insani,
2009.
M. Legenhausen, Dr. Pluralitas
Dan Pluralisme Agama; Keniscayaan Pluralitas Agama Sebagai Fakta Sejarah Dan
Kerancuan Konsep Pluralisme Agama Dalam Liberalisme. Sadra Press, 2010.
Qodir, Dr. Zuly. Islam Liberal;
Varian-Varian Liberalisme di Indonesia 1991-2002. LKIS, 2010.
Thoha, Dr. Anis Malik. Tren
Pluralisme Agama; Tinjauan Kritis. Jakarta: Prespektif Kelompok Gema
Insani, 2006.
Zarkasyi, Hamid Fahmy. Misykat; Refleksi Tentang Islam
Westernisasi & Liberalisasi. Jakarta: INSISTS, 2012.
·
Majalah
Majalah Pemikiran Dan Peradaban Islam; Islamia, edisi 4, Januari 2005.
·
Website
http://www.arrahmah.com/news/2013/10/20/bahaya-faham-inklusivisme-pluralisme-agama-multikulturalisme.html, diakses tanggal 04 Maret 2015 pukul 13.34 WIB.
http://www.muslimdaily.net/ilmu/alquran/bahaya-tafsir-pluralis.html, diakses tanggal 04 Maret 2015 pukul 13.34 WIB.
http://www.suara-islam.com/read/index/11864/Sosialisasikan-Fatwa-MUI-tentang-Bahaya-Sepilis-, diakses tanggal 04 Maret 2015 pukul 13.34 WIB.
http://muslim.or.id/manhaj/pluralisme-agama-trend-pemikiran-semua-agama-adalah-sama.html, diakses tanggal 04 Maret 2015 pukul 13.34 WIB.