PENGELOLAAN SUMBER DAYA MARITIM
Di Pantai Tawang, Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten
Pacitan
Disusun
Oleh :
Salma
Azizah Dzakiyyunnisa
Kelas
XI
Guru
Pembimbing:
Ustadz
Agus Salim Musthofa, SE.
Ustadz
Yoyok Tindyo Prasetyo, ST.
Pondok
Pesantren Taruna Panatagama
Jl.
Maguwo No.442a, Wonocatur, Banguntapan, Bantul, DIY
Semester
Ganjil
2015-2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Potensi sumber daya maritim hanyalah salah satu di antara beberapa
potensi yang ada di Kabupaten Pacitan. Selain terkenal dengan kota seribu goa,
Pacitan juga terkenal sebagai kota yang dihiasi banyak pantai yang eksotis.
Setiap pantai yang ada di Pacitan memiliki ciri khasnya tersendiri. Ada yang
memiliki deburan ombak yang besar sehingga pas bagi para peselancar. Ada juga
yang memiliki pasir putih nan halus. Ada juga yang memiliki air yang tenang bak
sebuah telaga, yakni Pantai Tawang.
Secara
administratif, Pantai Tawanghanyalah salah satu di antara banyaknya pantai yang
ada di Desa Sidumulyo, Kecataman Ngadirojo, atau biasa juga disebut sebagai Lorok.
Sedangkan Kecamatan Ngadirojo sendiri merupakan salah satu dari 12 kecamatan
yang ada di Kabupaten Pacitan, Jawa Tengah.
Adapun secara penampakan geografisnya, Pantai Tawang lebih sesuai disebut
sebagai teluk karena deretan karang yang nyaris melingkar sehingga memecah
ombak yang datang menghantam. Airnya sangat tenang, bahkan nyaris tidak ada
ombak.
Pantai tersebut juga dipenuhi oleh ratusan kapal
para nelayan, yang mana hampir setiap harinya pergi melaut. Potensi perairan
Pacitan pun sungguh menjanjikan. Terdapat potensi lobter jenis mutiara, batu
dan pasir sebanyak 5.625 Kg/tahun. Terdapat potensi rumput laut sebanyak 72.550
kg/tahun,ikan Bawal sebanyak 6.281 Kg/tahun, ikan Layur sebanyak 65.647 Kg/tahun,
ikan Kerapu.sebanyak 5.631 Kg/tahun dan masih banyak lagi.
Oleh
karenanya, Pantai Tawang merupakan salah satu lokasi tempat pemanfaatan potensi
sumber daya maritim yang begitu berlimpah. Lantas, bagaimana sejauh manakah
pengelolaan potensi sumber daya maritim di Pantai Tawang? Bagaimana kondisi
perekonomian para nelayan di pantai tersebut? Apa sajakah kendala yang terjadi
di pantai tersebut?
Maka,
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dilakukanlah investigasi secara
lanjut mengenai potensi dan pengelolaan sumber daya maritim di sekitar Pantai
Tawang.
B. TUJUAN
1.
Mengetahui potensi sumber daya maritim yang ada di
daerah Pantai Tawang.
2.
Mengetahui sejauh mana pengelolaan sumber daya maritim
yang telah dilakukan oleh masyarakat setempat.
3.
Mengetahui kondisi perekonomian masyarakat bertolak
dari pengelolaan sumber daya maritim.
4.
Mengetahui poblematika yang terjadi di tengah-tengah
pengelolaan sumber daya maritim.
5.
Merumuskan akar masalah dan solusi jangka panjang
dan pendek dari problematika yang terjadi.
C. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa saja potensi sumber daya maritim yang ada di
daerah Pantai Tawang?
2.
Sejauh manakah upaya masyarakat setempat dalam
mengelola sumber daya maritim?
3.
Bagaimana kondisi masyarakat setempat bertolak dari
penglolaan sumber daya maritim?
4.
Apakah terjadi sebuah problematika di antara
masyarakat setempat sepanjang mengelola sumber daya maritim?
5.
Apa akar dari problematika tersebut?
6.
Apa solusi yang tepat untuk menyeesaikan
problematika tersebut?
D. METODE PENELITIAN
1.
Studilitelatur; sebagai sumber rujukan awal.
2.
Observasilapangan; sebagai sumber pelengkap.
3.
Wawancara kepada pelaku dalam siklus
pengelolaan sumber daya maritim; sebagai sumber utama.
E. MANFAAT
1.
Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menjadi sarana bagi peneliti untuk berlatih memahami potensi
dan pengelolaan potensi di suatu wilayah. Selain itu juga disertai dengan
melacak problematika yang terjadi di antaranya, merumuskan akar permasalahan, solusi
dan rencana aksi.
2.
Bagi Akademis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah rujukan bagi penelitian terkait
yang akan dilakukan ke depannya, baik itu dari segi tema, pengumpulan data,
perumusan, penyimpulan, maupun dari segi kosep solusi dan perencanaan aksi.
3.
Bagi Masyarakat Pantai Tawang
Hasilpenelitianinidapatdijadikancerminbagimasyarakatsekitar Pantai
Tawang,terkait problematika yang
sedangmenimpamereka.Diharapakan pula,
konsepsolusidanrencanaaksiinidapatmembantumasyarakatBansaridalammenyelesaikanproblematika
yang menimpamereka.
4.
Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi masukan bagi pemerintah yang
selama ini berkuasa dan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mana
kebijakan-kebijakan tersebut tidak kunjung membuat masyarakat sejahtera.
BAB II
ISI MAKALAH
A.
KEADAAN
GEOGRAFIS
Pantai Tawang
berada di Desa Sidumulyo, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Walaupun Pantai Tawang berada di barisan Pantai Selatan Jawa, Pantai Tawang
memiliki ombak yang tenang bahkan nyaris tidak ada. Hal tersebut disebabkan
oleh keberadaan dua buah karang besar menyerupai bukit. Bukit karang tersebut
berada di sisi kanan dan sisi kiri pantai, bagaikan sebuah pagar yang nyaris
membentuk setengah lingkaran. Dua buah bukit karang tersebut memecah datangnya
ombak. Dua buah bukit karang tersbeut juga menghalau hembusan angin yang datang
sehingga kecepatan angin di sekitar pantai pun rendah. Dan hal tersbut menjadi
faktor dari tidak adanya ombak di sekitas pantai.
Pantai Tawang
juga memiliki lebar pantai yang besar. Pasirnya halus dan berwana putih gading.
Karena dataran pantai yang landai dan nyaris tidak ada ombak, air laut di
sekitar pantai pun cenderung menggenang. Maka wajarlah jika di sekitar luasan
pantai banyak ditumbuhi lumut. Dengan beberapa kondisi tersebut, Pantai Tawang
dapat dikatakan sesuai untuk dijadikan tempat berlabuhnya perahu para nelayan.
B. SUMBER DAYA MARITIM
Pantai Tawang
dan laut sekitarnya memiliki sumber daya hayati yang beragam. Mulai dari
lobster, kepiting, cumi-cumi, gurita, ikan tuna, ikan tongkol, ikan banyar,
ikan layur, ikan teri, ikan bawal putih, ikan bawal merah, ikan tenggiri, ikan
teracah, ikan saru, ikan cucut, ikan brencing, ikan krista dan lain sebagainya.
Bila sedang
beruntung, dengan membentangkan jalanya, sebuah perahu nelayan akan mendapatkan
bermacam-macam ikan dengan total massa 1,5 kwintal dalam satu kali melaut. Ikan
layur dan ikan tuna berukuran besar -yang termasuk ke dalam level perdagangan
internasional- pun mudah didapat hanya dengan melemparkan kail pancing berumpan
daging layur yang telah dicacah. Lebih mudah lagi, dengan membentangkan jala di
sekitar pantai –tanpa menaiki perahu-seseorang akan mendapatkan ikan teracah, ikan saru dan ikan-ikan lainnya.
Dengan menyusuri karang, seseorang akan mendapatkan lobster yang memiliki harga
jual tinggi.
Bahkan menurut
website resmi Kecamatan Ngadirojo, terdapat potensi lobter jenis mutiara, batu dan pasir sebanyak 5.625 Kg/tahun.
Terdapat potensi rumput laut sebanyak 72.550 kg/tahun, ikan Bawal sebanyak
6.281 Kg/tahun, ikan Layur sebanyak 65.647 Kg/tahun, ikan Kerapu. sebanyak
5.631 Kg/tahun dan masih banyak lagi.
Dan itu hanya
beberapa sumber daya yang telah diketahui. Bukankah mungkin saja bila di
sekitar pantai dan laut sana masih banyak potensi yang belum diketahui dan dimafaatkan?
C. PENGELOLAAN SUMBER DAYA
PERIKANAN
Di sekitar
pantai terdapat sekitar 250 buah perahu. Perahu-perahu tersebut berbaris rapih
dengan formasi 10 buah perahu berjajar membelakangi laut. Setiap perahu
dilengkapi berbagai peralatan melaut, seperti halnya sebuah mesin, beberapa set
jaring, box-box tempat menyimpan ikan dan alat pemancing.
1.
Modal awal
Sejak tahun
2002, masyarakat setempat mulai meniggalkan perahu kayu dan berlih pada perahu
fiber. Harga perahu tersebut berkisar antara Rp.6.000.000-Rp.13.000.000,
tergantung usia, ukuran dan kualitasnya.Ada yang membelinya dari masyarakat
setempat. Ada yang membelinya dari Kota Pacitan. Ada juga yang membelinya dari
daerah lain, seperti Cilacap dan Ciamis. Adapaun harga jaring berkisar antara Rp.220.000-Rp.360.000
dengan panjang dan lebar sekitar 60 m-100 m. Jaring tersebut mereka rangkai
sendiri dengan pemberat dan tali-tali pembatas, agar siap untuk digunakan saat melaut.
Sedangkan harga mesin sendiri lebih besar dibandingkan harga perahu, yakni 26
juta per buahnya. Kebanyakan nelayan yang ada membelinya dari Cilacap dan Provinsi
DIYogyakarta. Mesin tersebut membutuhkan bensin sebagai bahan bakarnya, yang
mana setiap kali melaut akan menghabiskan sekitar 15-25 Liter bensin. Banyak
atau tidaknya bensin yang dibuthkan tergantung dengan jauh atau tidaknya jarak
tempuh perahu. Biasanya perahu berlayar hingga kejauhan 30-40 mil dari pantai.
2.
Pendapatan dan mekanisme
pembagiannya
Biasanya
seperangkat perahu mewakili 2 orang nelayan. Namun seperangkat perahu hanya
dimiliki oleh salah seorang dari keduanya. Sang pemilik perahu pun yang
menanggung seluruh modal secara finansial, seperti peralatan melaut dan bensin.
Kemudian keuntungan dari hasil melaut akan dibagi sebanyak 3/4 bagi si pemilik
perahu dan sisanya diberikan oleh salah seorang lainnya. Adapun keuntungan dari
hasil melaut sendiri tidak bisa dipastikan. Bila sedang beruntung, sang nelayan
akan mendapatkan Rp.2.000.000 dalam satu kali melaut. Bila tidak, sang nelayan
akan mengalami kerugian akibat tidak adanya hasil tangkapan yang akan
menggantikan biaya bensin. Fenomena ‘tidak ada ikan di laut’ tidak jarang
terjadi. Bahkan fenomena ini seringkali terjadi dengan cepatnya. Seperti
misalnya, ketika saat ini di laut terdapat banyak sekali ikan, bisa jadi dua
jam ke depan kondisi berbalik 180º.Para nelayan pun tidak mengetahui apa
penyebab dari fenomena tersebut.
3.
Peran kelompok nelayan dan
pemerintah
Di Pantai
Tawang pun terdapat 8 kelompok nelayan. Ada yang rutin melakukan pertemuan
sebanyak 1 minggu sekali, ada juga yang sebatas melakukan pertemuan rutin
sebanyak 1 bulan sekali. Pertemuan tersebut biasanya membahas apa saja yang
menurut para nelayan menjadi masalah bersama. Kelompok nelayan juga membantu
para nelayan untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Biasanya setiap
kelompok mengajukan permohonan proposal kepada dinas yang berkaitan. Setelah
sekitar 2 bulan diproses, bantuan pun akan turun. Bentuk bantuan yang turun
tidak selamanya sesuai dengan yang nelayan minta dan harapkan, namun tergantung
dengan kesanggupan dinas terkait. Biasanya bantuan tersebut turun sebanyak satu
kali dalam satu tahunnya.
Selain
memberikan bantuan selama dua tahun sekali, pemerintah setempat juga menarik
retribusi kepada para nelayan dan tengkulak. Dinas yang sering kali meminta
retibusi berada di bawah lemaga Koperasi Unit Daerah (KUD). Bagi para nelayan
dimintai sebanyak 1% setiap kali melaut, sedangkan para tengkulak dimintai
sebanya 2% setiap kali menjual kulaannya.
4.
Distribusi pemasaran
Pantai Tawang yang
khas akan keberadaan nelayan pun dilengkapi dengan pasar pelelangan ikan. Di
pasar itulah biasanya terjadi interaksi antara pabrik, pengecer, tengkulak dan
nelayan. Nelayan akan menjual hasil tangkapannya kepada para tengkulak,
kemudian para tengkulak akan menjualnya pada pengecer dan pabrik. Rantai
pemasaran tersebut bersifat baku dan permanen. Terdapat 8 orang tengkulak di
Pantai Tawang. Para tengkulak itulah yang nantinya akan membeli seluruh hasil
tangkapan nelayan. Setiap tengkulak sudah memiliki target nelayannya
masing-masing dan hal tersebut pun bersifat baku. Sepeti contohnya seorang
tengkulak bernama Talkim yang membawahi 28 orang nelayan. Bahkan saking
permanennya ketentuan tersebut, seorang nelayan tidak boleh menjual ikan pada
seorang pengecer walaupun pengecer tersebut adalah istri sang nelayan.
Hal tersebut
terjadi karena para tengkulak telah mengikat para nelayan dengan uang pinjaman
yang tengkulak berikan. Uang pinjaman tersebut biasanya digunakan untuk modal
awal seperti peralatan dan perlengkapan melaut (contoh : perahu) ataupun juga
modal selanjutnya seperti bensin. Sedangkan para tengkulak mendapatkan uang
tersebut dari hasil pinjaman ke bank. Dengan ini, rantai pemasaran pun bersifat
baku dan permanen.
Sebagai
pemegang kendali, sang tengkulak pun berperan sebagai aktor yang menentukan
harga jual ikan dan hasil tangkapan lainnya. Sedangkan para nelayan hanya bisa
patuh terhadap harga yang sudah tengkulak berikan. Harga beli yang tengkulak
tetapkan pada nelayan nantinya akan cukup berbeda jauh dengan harga jual yang
tengkulak tetapkan pada pengecer dan pabrik. Seperti contoh, nelayan menjual
ikan banyar dengan harga Rp.12.000/kg. Namun di pasaran harga ikan banyar akan
mencapai Rp.20.000/kg. Jika sang tengkulak mengambil keuntungan sebanyak Rp.3.000/kg,
ia akan mendapatkan keuntungan 3.000.000/ton ikan per hari. Cukup besar, bukan?
Oleh karenanya,
dapat diketahui dari keterangan di atas, bahwa yang berkuasa dalam kancah realita
pengelolaan sumber daya maritim adalah sang tengkulak. Sedangkan para nelayan
yang hampir setiap harinya berjuang menerjang ombak mencari berkwintal-kwintal
ikan menjadi subjek yang tertindas. Maka tidak heran pula bila mayoritas
nelayan yang ada memilih menjadi nelayan karena keterpaksaan dan tidak memiliki
pilihan yang lain. Walaupun nelayan menjadi profesi yang turun menurun,
kebanyakan nelayan tidak mengharapkan anak keturunannya menjadi nelayan seperti
dirinya. Mereka mengharapkan anak mereka menjadi sosok yang lebih baik dari orang
tuanya dengan mengenyam pendidikan yang tinggi.
BAB III
PEMBAHASAN
Potensi Sumber Daya Hayati di sekitar pantai Tawang sudah
dimanfaatkan dengan baik dengan keberadaan para nelayan yang hampir setiap
harinya membentangkan jalanya di laut. Secara geografis, pantai Tawang pun
sangat cocok dijadikan tempat berlabuhnya perahu para nelayan. Walaupun berada
di garis pantai selatan yang mana langsung berbatasan dengan samudra Hindia,
wujud pantai yang mana berupa teluk membuat para nelayan lebih mudah untuk
melaut. Hal tersebutkarena ombak yang ada tidak sebesar ombak pantai selatan
pada umumnya. Para nelayan pun cukup kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan
potensi yang ada. Tidak hanya dengan jala, para nelayan pun kerap kali
memanfaatkan potensi hayati yang ada menggunakan alat pancing dan telenta
khusus yang dimilikinya, seperti halnya ketika berburu lobster di pinggir
pantai.
Pengelolaan potensi hayati pun telah membentuk suatu ritme
perekonomian yang istimewa di wilayah tersebut. Namun sayangnya, pada point
inilah terdapat sebuah problematika yang akhirnya membuat para nelayan berada
pada posisi yang tentindas, sedangkan para tengkulak berada pada posisi yang
menindas. Mengapa bisa demikian?
Para tengkulak selaku pemenang memainkan perannya sebagai sosok
pemilik modal, walaupun notabenenya mereka pun hanya meminjam modal tersebut
dari bank. Kemudian modal yang mereka miliki dipinjamkan kepada para nelayan,
yang mana timbal baliknya nelayan tersebut harus menjual hasil tangkapannya kepada
sang tengkulak. Karena terikat dengan hutang, nelayan harus menjual hasil
tangkapannya dengan harga yang telah ditentukan oleh para tengkulak. Tanpa bisa
menawar. Dan nelayan pun tetap harus mengembalikan hutang tersebut beserta
bunga yang para tengkulak minta. Kemudian para tengkulak akan menjual hasil
tangkapan tersebut dengan harga yang cukup berbeda dengan harga yang ia berikan
pada nelayan. Tengkulak pun berada di posisi menang, bermodal pinjaman dari
bank dan link para pabrik yang bersedia membeli hasil tangkapan dalam
jumlah besar.
Realita tersebut wajar saja terjadi dalam era kini, di mana sistem
kapitalisme sangat berkuasa dan mendarah daging di setiap sudut kehidupan
masyarakat. Sekalipun masyarakat Pantai Tawang yang notabenenya masih terbilang
berada di zona pedesaan. Dan dari realita ini, kita dapat mengidera dengan
jelas dampak dari busuknya kapitalisme.
BAB IV
PENUTUPAN
A.
SARAN DAN KESIMPULAN
Maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sumber daya alam di Pantai
Tawang sudah lumayan baik, walaupun tidak mencapai sempurna. Namun terdapat
problem yang cukup kompleks dalam hal pemasarannya, terlebih dalam peran
tengkulak.
Dari point ini saya menyarankan andaikan saja tidak ada tengkulak
dalam rantai pemasaran, niscaya kehidupan para nelayan akan lebih sejahtera.
Bila memang para nelayan tidak mungkin menjual hasil tangkapannya sendiri pada
pabrik maupun pengecer –karena keterbatasan waktu dan lain hal-, peran
tengkulak bisa diambil alih oleh pemerintah setempat. Agar harga tetap stabil,
penentuan harga jual hasil tangkapan bisa dilindungi oleh hukum dengan
pertimbangan yang matang tanpa harus menindas pihak nelayan.
Tidak hanya berperan sebagai suplayer, pemerintah setempat juga
seharusnya mengontrol kesejahteraan rakyatnya setiap hari. Mereka harus memastikan
tidak ada rakyat yang tertindas di bawah kepemimpinannya. Dan pemerintahan
seperti itu akan sulit diwujudkan di era sekarang. Dan akan sangat mudah
diwujudkan ketika syariat islam ditenrapkan dalam bingkai negara islam.
Yogyakarta, 28
Oktober 2015
Penulis,
Salma Azizah Dzakiyyunnisa